Kini Ilalang Kecil Tak Lagi Sendiri

Sejak kecil Ilalang itu sendirian. Tak punya kawan, tak ada yang melihat, apalagi merawat. Tak heran, Ilalang itu selalu berulah, ingin diakui keberadaannya.

Bangga Menjadi Anak Petani

Pagi hari tak begitu berat bagi Ilalang. Namun, tidak bagi laki-laki paruh baya yang di pagi harinya harus bergegas pergi ke sawah sebagai seorang petani desa. Petani desa tersebut merupakan ayah dari Ilalang. Walau mereka bapak dan anak, namun mereka tak satu atap.

Televisi; hiburan, pendidikan atau perusak moral

Jangan biarkan anak menyaksikan acara yang tidak sesuai dengan usianya. Orang tua menemani sang anak nonton, bukan malah orang tua yang ditemani anak menonton televisi.

Antara Teori mengajar menurut Howard dengan Sepenggal kisah belajar Naruto

Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata pendapat yang dikemukakan oleh Sudjana telah diimplementasikan oleh Naruto. Dalam kesehariannya berjalan menapaki kehidupan..

Satu Bulan Dalam Sanubaru Perjuangan

Seorang filsuf dan politikus Prancis bernama Charles de Montesquieu pernah mengatakan, “agar menjadi benar-benar hebat, seseorang harus berdiri dengan masyarakat, bukan berdiri di atas mereka”..

Setiap Tulisan Punya Pasarnya Sendiri

Jangan mengkerutkan dahi dan patah semangat. Ejekan seperti itu bukan menjadi alasan kita menaruh pena dan berhenti menulis. Berpikirlah positif!! Mungkin selerah mereka yang mengejek tulisan kita terlalu rendah, sehingga tidak tertarik dengan tulisan kita yang luar biasa.

Kamis, 31 Desember 2015

Rinai Harapan Baru di Malam Tahun Baru



Oleh. Rozz Imperata 


Malam ini, malam tahun baru. Suatu malam di mana jalan penuh dengan rombongan menusia di atas kendaraannya, udara mulai panas dan berkabutkan asap kenalpot, serta bisingnya suara-suara baru yang mengiang di telinga. Merayakan malam tahun di luar sana, jauh dari nyamannya selimut di atas kasur, seakan menjadi keharusan. Entah diajak teman, sehingga malu menolak, ataupun karena hasrat sendiri.
Pada malam tahun baru, banyak yang berdoa agar menjadi lebih baik lagi di tahun berikutnya. Namun, kadang doa itu tak sampai di hati, sekedar terucap di ujung lidah. Usai sholat Maghrib, doa dilantunkan. Namun setelah berdoa segera bergegas keluar merayakan tahun baru, kadang sampai berani meninggalkan sholat Isya’, karena takut macet kalau nunggu sholat Isya’. Entah apa yang dimaksud ingin menjadi lebih baik di tahun berikutnya, jika cara yang dilakukan seperti ini.
Tinggalkan sejenak kesenangan di luar sana untuk “muhasabah” koreksi diri. Adapun ingin jalan-jalan menikmati indahnya malam, pastikan sewajarnya saja. Tak perlu membawa kendaraan, jalan kaki lebih menyehatkan tubuh. Tak perlu uang yang banyak, simpanlah di rumah, setidaknya itu bisa mengamankan diri dari intaian pencuri. Tak perlu jauh-jauh karena alasan ramai dan gemerlap kembang api, yang jauh belum tentu aman.
Berbicara tentang koreksi diri atau renungan. Gagne, dalam bukunya The Conditions of Learning, mengemukakan bahwa belajar merupakan sejenis perubahan tingkah laku yang berbeda dari keadaan sebelumnya. Hal ini sejalan dengan mereka yang berharap dengan doanya untuk menjadi lebih baik lagi di tahun berikutnya. Mereka yang mengalami perubahan (dalam hal ini adalah perubahan ke arah yang lebih baik), maka dapat dikatakan telah belajar. Sebaliknya, mereka yang tidak lebih baik, maka mereka gagal dalam belajar selama setahun.

Selasa, 15 Desember 2015

Mengisi Liburan Ala Rozak Pedia



Aku lupa kapan tulisan ini saya buat. Saat kubaca ini barusan, aku tersenyum malu. Hehe

Libur telah tiba, hore hore, inilah ungkapan kebanyakan orang ketika hari libur menghampiri mereka, khususya bagi Tasya yang menyanyikan lagu itu. Tasya merupakan gadis cilik yang cantik, berpipi tembem yang membuat jutaan pasang mata mengaguminya, termasuk penulis sendiri. Tasya memang mengesankan, tapi kita tidak membahas itu disini!! Ok, kita kembali lagi pada topik utama, yakni “liburan”.

Setelah berbulan-bulan disibukkan dengan kegiatan dan pekerjaan yang bikin mata ngantuk, pinggang encok, dan otak kram (bagi yang berfikir), Liburan adalah solusi yang tepat untuk mengistirahatkan sejenak persendian di sekujur tubuh. Liburan kurang pas kalau tidak jalan-jalan ke tempat yang indah, menghabiskan banyak uang, dan pastinya bersama orang yang dicintai. Namun, itu adalah perkataan orang alay dan tidak sehat. Untuk itu RozakPedia punya beberapa tips berlibur yang sehat dan tidak boros, karena dengan sedikit modal anda sudah bisa jalan-jalan ke tempat yang disukai, mari disimak dengan baik.

Tidur di atas kasur selama berlibur
Banyak orang menganggap tidur di atas kasur dengan waktu yang lama bukan kebiasaan yang sehat. Namun, perlu diketahui bahwa hal itu hanyalah mitos belaka, karena pada realitanya yang merupakan kebiasaan tidak sehat adalah tidur di atas batu, kursi, apalagi di atas rel kereta. Untuk itu, dalam menghabiskan waktu liburan anda yang sedikit megenaskan, anda bisa menggunakan solusi pertama ini, selain tidak perlu mengeluarkan biaya, tidur bisa mengantarkan anda menuju tempat-tempat yang indah dalam mimpi.

Senin, 14 Desember 2015

Kini Ilalang Kecil Tak Lagi Sendiri



Oleh. Rozz Imperata

Sejak kecil Ilalang itu sendirian. Tak punya kawan, tak ada yang melihat, apalagi merawat. Tak heran, Ilalang itu selalu berulah, ingin diakui keberadaannya. Tak seperti yang diharapkannya, Ilalang semakin dikucilkan, ia pun semakin terpuruk dalam kesendirian. Satu dua orang yang datang menyapanya, sekedar memanfaatkannya, kemudian hilang entah kemana.
Ilalang itu merintih, namun orang lain tiada pernah peduli. Sejak ibunya tiada, dekapan kasih sayang tak lagi dirasakannya. Dengan tatapan nanar, Ilalang iri melihat teman-temannya yang masih bisa mengadu dan berbagi cerita kepada kedua orang tuanya. Tak ada lagi yang menjadi pendengar setia untuk mendengarkan aduan si Ilalang kecil. Semua menjauh meninggalkan ia seorang diri.
Orang-orang memanggilnya dengan sebutan ‘Benalu’. Mereka menganggap Ilalang itu hanyalah parasit yang tak berguna. Bahkan seorang guru yang harusnya mendidik, pernah melayangkan tamparan keras dengan sepatu pantofel tepat di wajah si Ilalang. Si Ilalang terdiam, ia sadar akan kesalahannya. Ilalang mencoba beranjak dari keterpurukannya, berharap semua orang akan menerimanya sebagai teman.
Delapan tahun berlalu. Dalam masa-masa itu, Ilalang bertemu dengan orang-orang yang menginspirasinya untuk bangkit. Seorang dokter yang bijak, mengajarkan Ilalang akan pentingnya berbagi. Diklat pelajar yang pernah diikutinya, membuat ia bertemu dengan motivator yang punya segudang cara menggapai kesuksesan. Hingga duduknya Ilalang bersama mualaf ‘mantan pendeta Hindu’, yang mendorongnya untuk hijrah menuju kehidupan yang lebih baik.

Jumat, 11 Desember 2015

Aku Tak Pernah Menginginkan Kehadiranmu dalam Hidupku



Oleh. Abdul Rozak Ali Maftuhin

Usia semakin bertambah semakin bertambah pula masalah yang dihadapi. Kalimat ini ini sering kali terlontar dari mulut sebagian orang yang pernah kita jumpai dalam kehidupan ini. Wahai sahabatku yang budiman, bagi sebagian orang masalah merupakan proses pendewasaan diri, yang mana ia mengajarkan kepada kita agar semakin kuat dan banyak pengalaman tentunya. Namun, bagi sebagian lainnya masalah bagaikan derita tiada akhir yang membuat kebahagiaan hilang dan impian menjadi sirna.
Wahai sahabatku yang budiman ingatlah, masalah bukanlah akhir dari segalanya. Jangan biarkan masalah mematahkan langkah, meruntuhkan semangat, dan menghancurkan impian kita. Karena disadari atau tidak, terkadang ketidak terimaan kita menghadapi suatu masalah akan semakin membuat kita menjadi lebih terpuruk. Bahkan tak jarang dengan situasi seperti ini kita menjadikan orang lain sebagai sasaran atas masalah kita.
Ketika kita mendapati suatu masalah yang berat, pernahkah kita menjadikan orang lain sebagai sasaran dengan mengatakan “andai dia saat itu tidak ada pasti masalah ini tidak akan terjadi”. Jika memang masalah yang kita hadapi disebabkan karena orang lain, mungkin kesadaran diri dari yang bersalah akan membawanya menemui anda seraya meminta maaf. Namun hal yang berbeda akan terjadi ketika kita melayangkan tuduhan terhadap seseorang atas masalah kita sedang orang itu tidak merasa bersalah, atau barangkali memang ia tidak bersalah.

Rabu, 09 Desember 2015

Nostalgia Keceriaan Masa Kecil Dengan Petak Umpet

Oleh. Abdul Rozak Ali Maftuhin


Seneng liat anak-anak main petak umpet dan kejar-kejaran di depan kos setiap malamnya. Setelah sekian lama aku tak melihat keceriaan, tantangan, dan bahkan tangis, yang melebur dalam permainan itu. Tantangan itu, berupa ketrampilan bersembunyi yang tak mudah ditemukan oleh si giliran jaga. Melawan merinding akibat gelapnya malam dan mitos hantu, bukannya kalajengking atau ular.
Tangis kadang hadir saat kita kena giliran jaga, tapi susah menemukan kawan yang sembunyi. Aku pernah mengalami itu semasa masih duduk di Sekolah Dasar dulu. Pernah saat giliranku jaga, kawan-kawanku bukan main sulitnya untuk dicari. Ya sudah, kuputuskan untuk nangis dan pulang ke rumah. Besoknya, mereka tak lagi mau bermain petak umpet denganku.
Namun hanya pada malam itu saja mereka berkata demikian. Besoknya, sebungkus es yang kuminum bersama dengan kawan-kawanku itu meluluhkan ucapan sebelumnya. Akhirnya, kami kembali main bersama, dan itulah yang kusebut dengan keceriaan. Biasanya kalau sudah seperti ini, aku tak lagi berani untuk kabur meninggalkan mereka ketika aku kena giliran jaga. Takut mereka suatu ketika benar-benar tak mau lagi main. Jadi ketika mereka sulit dicari, mending pasrah mencari dengan santai, sambil berharap orang tua segera memanggilku untuk pulang.
Walau sama-sama petak umpet, pada masaku dulu dengan yang kulihat di depan kosku berbeda jauh. Waktu aku bermain petak umpet dulu, semua kawan-kawanku laki-laki, berbeda dengan yang kujumpai saat ini, ada beberapa perempuan yang ikut main. Selain itu, area petak umpet kami dulu hingga satu desa luasnya, bahkan pernah suatu ketika sampai desa tetangga. Lagi-lagi berbeda dengan yang kulihat saat ini, yang hanya satu kompleks atau satu ‘r-t’ saja. Kukira ini hanya faktor zaman dan tempat saja. Aku jadul (jaman dulu), mereka jabar (jaman baru). Aku di desa, dan mereka di kota. Sehingga pola permainan kami sangat berbeda. Hehehe

Filsafat; benarkah engkau menyesatkan?



Rozakpedia.blogspot.com - Filsafat itu menyesatkan. Kalimat ini kerap kali terdengar di telingaku. Benar atau tidaknya saya tak bisa menjawab secara pasti. Bagiku, kalimat tersebut tidak sepenuhnya benar. Filsafat itu menantang, bagi saya. Nah, yang tidak bisa mengalahkan tantangan di dalamnya, filsafat bisa berujung pada kesesatan. Filsafat membangun pola pikir yang unik dan kritis. Semakin dalam mengkaji filsafat biasanya akan semakin aneh-aneh apa yang dipertanyakan, yang lebih ekstrem mempertanyakan eksistensi Tuhan. Mungkin ini kali ya yang membuat kebanyakan orang menganggap filsafat itu menyesatkan dan enggan mempelajarinya.
Kawan, izinkan daku bertanya!! Misalkan kita tengah belajar bela diri, sehingga menjadi ahli bela diri. Lalu suatu ketika, ketrampilan yang harusnya kita gunakan dalam kebaikan justru kita jadikan dalam kejahatan. Memalak adik kelas di sekolah, misalnya. Dengan kasus seperti ini bisakah ‘bela diri’ dicap sebagai ilmu yang merusak? Kalau saya lebih suka mengatakan pelaku bela diri itu yang merusak, dan bukan ilmu bela diri tersebut.
Nah kawan, sama halnya dengan filsafat. Kadang orang yang belajar filsafat itu bisa saja menyesatkan, sekali lagi saya bilang ‘orangnya’ bukan ‘filsafatnya’. Dan orang yang menyesatkan karena belajar filsafat tuh ya tidak semua. Bagiku yang menyesatkan tuh orang yang baru belajar filsafat sudah berani petentang-petenteng, ngetes teman seusianya yang masih polos masalah begituan. Selain mencari eksistensi biar dianggap pinter, otak-otak seperti ini nih yang menyesatkan. Kembali lagi, pelakunya yang tidak bisa berlaku bijaksana, dan bukan filsafatnya.

Minggu, 06 Desember 2015

Kampusku; antara pujian dan kritik



Universitas Muhammadiyah Malang terkenal dengan kampus yang asri, sejuk, dan menyenangkan. Itulah kalimat yang sering diungkapkan makhluk-mahkluk yang ada di dalamnya. Mahasiswa yang suntuk di kos, penat karena tugas yang pekat, tak perlu tempat wisata yang berbayar untuk menghilangkan suntuk dan penat itu. Cukup datang ke kampus, gazebo di bawah rindangnya pohon, hamparan danau, hingga sabana mini akan menemani kita menuju damainya jiwa.
Tidak cukup sampai di situ, terdapat banyak sekali ‘Sepeda Ontel’ yang akan mengantar perjalanan kita menuju tempat yang diinginkan, asalkan sepedanya tidak dibawa ke luar kampus ya, atau kita akan berurusan dengan tongkat satpam. Dan jangan merasa kecewa ya jika kita baru keluar dari parkiran, lalu ingin naik sepeda menuju GKB, lah kok menjumpai sepeda masih terborgol rapi di tempatnya. Aku lupa kapan program ‘Go Green’ itu dijalankan yang ditandai dengan peluncuran ratusan sepeda ontel tersebut. Yang ku tahu sekarang sepeda itu hari demi hari hilang dan beberapa yang rusak, entah penggunanya yang salah atau memang kualitas sepedanya yang rendah. Jadi maklum, sebagai wujud antisipasi sepeda-sepeda itu sering diborgol.
Hai kawan, pernahkah kalian masuk lorong GKB 1 lantai 3? Sebagian banyak mahasiswa pasti pernah melewati jalan ini. Ketika aku berjalan di sana, bagaikan pasar, duuuhh. Bagaimana tidak, dalam lorong yang sempit itu puluhan bahkan ratusan mahasiswa berkumpul dan berceloteh bak kawanan bebek di sana. Bahkan aku yakin, bagi kita yang tingkat kesabarannya rendah, seakan amarah adalah pilihan yang pasti ketika kita terburu-buru masuk kelas lalu terhadang kawanan manusia di lorong itu. Pengen sekali ku bisikan seuntai kata ke dalam telinga penguasa-penguasa di atas itu, ‘lihatlah mahasiswamu ini pak, tidak inginkah engkau menyediakan tempat tunggu yang layak, yang mendukung suasana belajar dan aman’.
Malam minggu kemarin, tepatnya Sabtu tanggal 5 Desember. Pada pukul 22.00 WIB aku melintas ke kampusku ini untuk menjemput temanku dari Sidoarjo. Masuk gerbang utama aku mencari temanku di dalam kerumunan orang-orang dan suara sound sistem yang menggetarkan telinga. Ketemu sudah temanku, lanjut perjalananku untuk pulang. Sesampainya di samping lapangan basket, sejenak ku tengok ke arah kanan, terdapat suatu panggung dengan gemerlap dan musiknya, yang melenakan penontonnya untuk ikut bergoyang dengan musik disko. Laki-laki dan perempuan jadi satu kerumunan yang saling berlompatan seraya mengangkat tangan. Aku tak tahu siapa dalang di balik itu, yang jelas acara macam itu yang bertempatkan di kampus Islamiku rasanya sangat janggal.
Yaa itulah kampusku kawan, banyak sekali hal yang bisa dijumpai di setiap ujung dan lorongnya.

Kamis, 03 Desember 2015

Kepada Orang Yang Baru Patah Hati


Oleh. Abdul Rozak Ali Maftuhin

Kepada orang yang baru patah hati, persilahkan diri kita bersedih. Orang-orang punya pandangan yang aneh tentang bersedih, seakan-akan bersedih adalah hal yang tabuh, seakan-akan kita harus segera tertawa setelah hal buruk menimpa kita. Tapi tidak, seperti hujan di tepi senja, kita harus membiarkan setiap sendu yang ada. Setiap kematian butuh peratapan, begitupun cinta yang telah mati. Maka menangislah hingga kita tidak bisa mendengar suara sendiri, makan coklat sebanyak-banyaknya, mandi air panas hingga jari kita pucat, pergi ke cafe dengan tatapan nanar, pesan es teh manis, karena kopi mungkin terlalu pahit untuk diminum disaat seperti ini. 

Izinkahlah diri kita bersedih, manangislah seakan ini terakhir kali kita dikecewakan seseorang, menangislah seakan kita lupa bagaimana caranya berharap. Kepada orang yang baru patah hati, setelah kita bosan bersedih, inilah saatnya kita mengangkat diri kita kembali. Mulai dengan hal yang mudah, kita bisa mencoba mengambil gitar dan mengambil nada-nada mayor yang indah, ambil piano dan mainkan soneta yang indah, atau jika kita tidak bisa bermain musik, lihatlah diri kita di depan cermin dan bersenandunglah. Lalu diantara nada-nada itu, bisikan kepada diri kita "Aku pantas bahagia". 

Kepada orang yang baru patah hati, selalu ada teman untuk menemani kita, pergilah menemui teman-teman, tertawalah sampai lupa waktu, tanyakan kabar teman yang lain, pamerlah keberhasilan kita di bidang-bidang yang kita suka, dan jika memungkinkan, nongkronglah hingga kita diusir dari tempat itu. Emang sih kenangan akan dirinya terkadang masih sering mengganggu, tempat yang pernah kita datangi tidak akan terasa sama, teman yang belum tahu, mungkin akan menghampiri kita dan bertanya "Si dia mana ya?", yang kemudian akan kita jawab dengan senyum tipis, karena tak tahu harus menjawab dengan apa.

Senin, 30 November 2015

Dua Sosok Pemuda yang Menginspirasi Perjalanan Studiku



Oleh. Abdul Rozak Ali Maftuhin

September 2013 merupakan titik awal perjuanganku di Malang untuk menjadi mahasiswa berintelektual peradaban, yang mana istilah ini baru aku kenal pada pertengahan studiku ini. Masa awal studiku aku habiskan dengan harapan yang penuh sikap optimis untuk mendapatkan beasiswa dan yang paling penting adalah IPK yang tertinggi. Entah mengapa seiring berjalannya waktu harapan itu semakin menipis seakan hilang ditelan angin. Karena kehilangan sikap optimis? Mungkin bukan... Lalu mengapa? Jawabku, sangat tidak menarik bersaingan dengan mereka yang mendapatkan IPK tinggi melalui jalan plagiarisme dan asal tempel hingga lembaran tugasnya melampaui logika namun tidak ada relevansinya dengan rumusan masalah. Walaupun begitu aku sangat menghargai mereka dengan ketekunan dan kerajinannya, dibandingkan aku yang pemalas ini yang lebih suka makan dan tidur ketimbang menggarap tugas.
Di tengah kejenuhanku akan studiku yang penuh dengan tugas, makalah, hafalan dan sebagainya yang membosankan itu aku mulai mendalami dunia pemikiran. Banyak sekali buku yang aku baca pada waktu itu, namun hanya sedikit yang aku pahami. Buku yang pertama yang aku pahami adalah Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi – karya Kuntowijoyo. Dengan sajian bahasa yang ringan, saat itu membaca lembaran yang sedikit menyinggung persoalan tentang kaum borjuis dan kaum proletar. Mulai dari sana lah aku  mulai gemar membaca buku-buku pemikiran dan filsafat walau tidak pernah sampai tuntas baca bukunya. Hehehe
Studiku yang dulu membosankan berubah menjadi lebih asyik ketika aku kenal dengan seseorang yang gendut, imut, dan begundal (katanya) yang tiba-tiba menghiasi hariku ini. Bang Ical namanya, laki-laki berpostur kekar ini berasal dari Lombok.  Namun di balik itu aku punya masa kelam dengannya, karena bisa dibilang aku kenal dengan orang ini bukan melalui jalan yang damai. Cerita itu berawal ketika kekasihku yang berinisial A mengikuti diklat KOMP-PAS, sebuah komunitas mahasiswa yang peduli pendidikan anak bangsa.

Antara Sepatu dan Buku

 
Rozakpedia.blogspot.com - Ngajak temanku sii Kastolani beli sepatu, awalnya. Pasar besar jauh nggak dari Toga Mas? Tanya temanku yang unyu itu. Dekat sih, jawabku... Ohh ya sekalian mampir yukk, mau beli buku buat ganti buku perpustakaan yang tak hilangkan, ucap temanku. Okelah berangkat... Sesampainya di Toga Mas, kandas sudah niat beli sepatu baru sebagai pengganti sepatu Saolin Soccerku. Bukannya aku yang nemenin temanku beli buku, malah temanku menemani aku beli buku. Mungkin ini yang sering dibilang orang-orang kalau dunia itu kadang terbalik.
Yaa beginilah diriku kalau sudah kumat penyakitnya.. Uang sudah mau habis, roda sepeda motor harusnya ganti, apalagi sudah saatnya memuseumkan sepatuh tuh yang tinggal alasnya aja yang utuh. Yaa paling tidak motor masih bisa jalan dan kaki ini masih nyaman dengan sepatu penuh lubang dan sedikit bau itu. Tapi otakku yang aneh ini justru gak tega lihat masih ada sela pada rak buku yang terisi bawang dan cabai, bukannya buku.
Semoga kakiku masih sabar menunggu dan nggak cepat jamuran dengan sepatu Saolin Soccer. Karena masih banyak yang harus dikorbankan untuk jadi orang-orang hebat seperti Bang Ical, Senpai Taqwim Sensei Mi'raj dkk. Kalau kata D'masiv,, Ku kan terus berjuang dan ku kan terus bermimpi tuk hidup yang lebih baik dan hidup yang lebih indah.