Kini Ilalang Kecil Tak Lagi Sendiri

Sejak kecil Ilalang itu sendirian. Tak punya kawan, tak ada yang melihat, apalagi merawat. Tak heran, Ilalang itu selalu berulah, ingin diakui keberadaannya.

Bangga Menjadi Anak Petani

Pagi hari tak begitu berat bagi Ilalang. Namun, tidak bagi laki-laki paruh baya yang di pagi harinya harus bergegas pergi ke sawah sebagai seorang petani desa. Petani desa tersebut merupakan ayah dari Ilalang. Walau mereka bapak dan anak, namun mereka tak satu atap.

Televisi; hiburan, pendidikan atau perusak moral

Jangan biarkan anak menyaksikan acara yang tidak sesuai dengan usianya. Orang tua menemani sang anak nonton, bukan malah orang tua yang ditemani anak menonton televisi.

Antara Teori mengajar menurut Howard dengan Sepenggal kisah belajar Naruto

Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata pendapat yang dikemukakan oleh Sudjana telah diimplementasikan oleh Naruto. Dalam kesehariannya berjalan menapaki kehidupan..

Satu Bulan Dalam Sanubaru Perjuangan

Seorang filsuf dan politikus Prancis bernama Charles de Montesquieu pernah mengatakan, “agar menjadi benar-benar hebat, seseorang harus berdiri dengan masyarakat, bukan berdiri di atas mereka”..

Setiap Tulisan Punya Pasarnya Sendiri

Jangan mengkerutkan dahi dan patah semangat. Ejekan seperti itu bukan menjadi alasan kita menaruh pena dan berhenti menulis. Berpikirlah positif!! Mungkin selerah mereka yang mengejek tulisan kita terlalu rendah, sehingga tidak tertarik dengan tulisan kita yang luar biasa.

Senin, 15 Februari 2016

Organisasi; Refleksi Sumpah Pemuda


Oleh. Rozz Imperata

“Sebaik-baik manusia adalah manusia yang berguna bagi manusia lainnya.” Suatu kalimat yang begitu bermakna, kalimat yang menggambarkan hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, sangat jelas bahwa manusia yang satu akan membutuhkan manusia lainnya untuk bertahan hidup, hal ini juga menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah. Sadar atau tidak sadar, mau atau tidak, manusia akan selalu berkecimpung dalam organisasi, baik itu organisasi yang resmi maupun tidak resmi. Sebuah misal organisasi yang tidak resmi adalah keluarga. Keluarga dapat dikatakan sebagai organisasi karena di dalamnya terdapat sistem seperti halnya organisasi pada umunya, walaupun penyusunannya tidak bersifat formal, dan hanya berdasarkan sebuah kebiasaan yang disandarkan pada norma, hingga akhirnya membentuk sebuah aturan dan nilai yang harus dijalankan bersama.
James D. Mooney mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. Dari pendapat yang dikemukakan oleh James, organisasi dapat dimisalkan sebuah kapal yang mengangkut banyak orang di dalamnya untuk berlabuh di suatu tempat yang sama. Kendatipun demikian, tidak lantas hal tersebut akan menjadikan orang atau organisasi yang berbeda tujuan dengan kita sebagai musuh. Karena realita yang terjadi akhir-akhir ini banyak dijumpai kerusuhan antar organisasi yang memiliki latar belakang yang berbeda. Hingga pada akhirnya permusuhan antar organisasi dianggap sebagai pemandangan yang wajar, karena sudah menjadi kewajiban untuk mempertahankan ideologi organisasi masing-masing.
Kasus-kasus seperti ini hendaknya mendapat perhatian lebih, mengingat semakin banyaknya organisasi-organisasi yang timbul ke permukaan. Di Indonesia sendiri, hampir di seluruh elemen masyarakat terdapat berbagai organisasi, mulai dari organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, organisasi politik, organisasi pelajar, hingga organisasi pencak silat sekalipun. Mirisnya, antar organisasi tersebut seolah-olah menjadi rival abadi yang sudah tidak mungkin untuk disatukan lagi. Seperti halnya antar organisasi politik yang selalu bersaing, bahkan tak segan-segan untuk saling menjatuhkan dengan cara yang kotor sekalipun untuk memperebutkan kursi jabatan dalam pemerintahan negeri ini.
Tanggal 28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta) menjadi saksi lahirnya ikrar persatuan yakni “Sumpah Pemuda”, yang mana ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegakkan cita-cita berdirinya Negara Indonesia. Lahirnya ikrar tersebut bertujuan untuk mempersatukan pemuda dan pemudi Indonesia untuk bersatu melawan penjajah, hingga akhirnya penjajahan berhasil diusir dari negeri ini.
Jika dahulu sumpah pemuda sebagai pondasi perlawanan terhadap penjajahan Belanda, lantas sekarang dilupakan begitu saja karena Indonesia sudah merdeka dari penjajahan, maka hal itu merupakan sebuah kesalahan yang besar. Memang benar saat ini Indonesia sudah merdeka dari penjajahan Belanda, namun pada faktanya penjajahan kebodohan, kemiskinan, moral dan korupsi masih belum bisa ditangani dari negeri tercinta ini. Bagaimana mungkin negara dikatakan merdeka jika kemiskinan masih mendominasi, bagaimana mungkin negara ini dikatakan merdeka jika keadilan belum bisa ditegakkan dan kejahatan merajalela.
Terkait dengan semarak berorganisasi yang sedang memuncak, sumpah pemuda dapat dijadikan sebagai landasan dalam menggerakkan roda organisasi. Karena pada dasarnya setiap organisasi memiliki tujuan yang baik, akan tetapi adanya unsur fanatik dan egois yang melekat pada pribadi penggerak organisasi tersebut yang akhirnya memecah belah antar organisasi. Untuk itu sumpah pemuda akan menjadi bumbu-bumbu pemersatu bagi organisasi-organisasi yang berbeda, karena sejatinya perbedaan adalah sesuatu yang biasa, bahkan bisa jadi merupakan suatu keharusan. Hanya saja bagaimana cara kita untuk mengelolah perbedaan tersebut agar menjadi sesuatu yang indah, seperti halnya bertukar pendapat untuk mengidentifikasi kelemahan dan menemukan solusi dai kelemahan itu sendiri.
Sejarah telah mengajarkan kita bahwa persatuan merupakan suatu hal yang sangat penting, karena dengan persatuan yang lemah akan menjadi kuat dan yang tidak mungkin akan menjadi mungkin. Kita ingat semboyan yang berbunyi bersatu kita teguh bercerai kita runtuh, suatu kalimat yang tepat dalam menggambarkan kehidupan ini. Ibarat pagar betis dalam permainan sepak bola, dibutuhkan sikap saling menguatkan antar pemain yang bertugas sebagai penghalang agar bola tidak dapat menembusnya.
Untuk itu penulis mengajak kepada segenap masyarakat Indonesia umumnya dan kepada organisatoris yang bergerak untuk memajukan bangsa ini khusunya, untuk menjalin serta menguatkan persatuan dan kesatuan dalam menggerakkan roda organisasi. Sehingga negeri ini dapat bangkit dari keterpurukan dan menjadi negeri yang berdaulat, adil dan sejahtera.

Diterbitkan di Dakwatuna – Klik di sini

Naruto; Muncul dan Melekat Dalam Diri Imperata


Melayangnya Tongkat di Kepala Zyda
Oleh. Rozz Imperata

Berawal dari sebuah kegemaran main Playstation pada masa SMP dulu, Imperata mulai tahu Naruto. Yang mana ketika itu hanya sebatas gambar bergerak yang bisa dikendalikan dengan sebuah Stick. Ada beberapa sensasi tersendiri saat darah Naruto dalam pertarungan mulai habis, cakra merah mulai menyelimuti tubuhnya, bak api yang membakar. Akhirnya, saat jurus itu dikeluarkan, maka perubahan akan terjadi, yang mana ia berubah menjadi monster berekor empat yang dengan satu semburan bisa membunuh lawan tanpa kasian.
Setidaknya Imperata mulai tertarik untuk melihat dan mengamati bagaimana sesungguhnya Naruto dalam anime, bukan sebatas permainan dalam Playstation. Hal itu membuat Imperata harus merogoh kocek lebih dalam lagi untuk memenuhi rasa penasarannya terhadap Naruto. Bagaimana tidak? Terbatasnya tayangan di televisi yang justru membuat geram karena selalu terjadi pengulangan episode dari awal pada saat perjalanan sudah jauh. Ia harus beralih dari Playstation ke Warung Internet (Warnet), yang mana saat itu butuh waktu hampir satu jam untuk sampai ke Warnet tersebut, mengingat berada di daerah yang berbeda.
Imperata sedikit bisa bernafas lega saat  Warnet baru mulai beroperasi di sebelah rumahnya. Walau tetap butuh uang lebih untuk menikmati layanan internet, setidaknya bisa mengurangi biaya transportasi sebelum Warnet baru itu ada. Entah apa yang membuat Imperata begitu tertarik sebegitu jauhnya terhadap Naruto kala itu. Bahkan ia rela menyisihkan uang saku sekolahnya, yang saat itu hanya tiga ribu rupiah, untuk sekedar streaming beberapa episode Naruto di internet.
Aku ingat saat Imperata pernah memukul kepala kakak perempuannya, Zyda namanya. Sore itu Imperata dan Zyda sedang menonton televisi di rumah dengan suasana hening pada umumnya. Satu televisi, dua penonton, dan berbeda apa yang ingin ditonton. Suasana sedikit berubah saat Zyda dan Imperata mulai masuk titik keseruan dengan apa yang ditontonnya. Akhirnya rebutan remot pun menjadi hal yang tak bisa dihindari.
Tak rela remot dipegang Zyda, dengan kata lain televisi seakan menjadi miliknya sendiri, Imperata mulai mengancam dengan tongkat pramuka yang diarahkan ke depan wajah Zyda. Tak mau mengalah, Zyda pun tetap ingin menikmati televisinya sendiri, kejengkelan Imperata tak terbendung, maka dipukulkan tongkat itu ke kepala Zyda, yang mana hal itu membuatnya menangis. Kakak pertama Imperata yang bernama Andi, mendengar pertikaian mereka akhirnya datang untuk melerai, tak lupa memarahi Imperata karena ulahnya tersebut.
Imperata terdiam, sedikit menggumam. Tidak berpikir bagaimana keadaan kakak perempuannya, dalam benaknya ia membayangkan bagaimana kelanjutan episode Naruto berikutnya. Kejadian sore itu membuat Imperata dan Zyda tidak bicara untuk beberapa hari, bahkan melihat wajahpun terasa enggan.

Hujan


Oleh. Rozz Imperata

Air itu disebut hujan. Sebelum turun dari gumpalan awan mendung, ia disebut air, hanya air. Turunnya hujan membawa kenikmatan tersendiri bagi sebagian orang, walau sebagian yang lain mengeluh karenanya. Sebut saja seorang petani yang menantikan ladangnya teraliri oleh air, sehingga apa yang mereka tanam di ladang mendapatkan makanan yang melimpah. Selain itu, hujan dapat menyejukan tubuh para petani yang sebelumnya kepanasan di bawah terik sinar matahari.
Beda petani, beda remaja kota yang tak tahu apa itu kekeringan dan serunya air hujan. Mungkin karena hujan mereka anggap sebagai bencana, yang mana bisa membatalkan kencan yang sudah dijadwalkan beberapa hari yang lalu. Atau listrik yang sering mati ketika hujan, sehingga tidak lagi bisa memainkan permainan online di warnet. Berbeda dengan suasana pedesaan. Hujan turun, anak-anak bahkan remaja sangat menikmati guyuran air hujan. Biasanya mereka menggunakan waktu itu untuk bermain sepak bola di lapangan dengan kondisi yang licin, atau main seluncur tanah liat di bengawan belakang rumah.
Sekarang tradisi hujan-hujan sudah jarang kulihat. Dan kurasa hilangnya tradisi itu bukan merupakan suatu kesalahan. Mengapa? Dulu setelah seru-seruan di bawah guyuran air hujan, tubuhku masih dalam kondisi sehat. Namun kini banyak kudengar, bahwa setiap anak setelah hujan-hujan, ia jatuh sakit. Bahkan tak jarang hal itu terjadi juga pada orang yang sudah dewasa.
Aku terheran, mengapa demikian? Apa karena daya tahan tubuh orang-orang zaman sekarang tak sekebal masaku dulu. Mungkin bukan, lalu apa? Apa karena sikap lebay mulai melekat pada orang-orang masa kini. Atau karena banyaknya polusi yang berterbangan dan menyatu bersama kawanan awan mendung, sehingga menyebabkan terjadi hujan asam.
Aku tak tahu itu. Yang jelas aku bersyukur sempat menikmati masa kecilku saat teknologi belum secanggih ini. Tawaku tidak disebabkan karena video lucu pada smartphone yang kugenggam. Melainkan karena bola yang aku tendang mengenai kepala temanku, yang justru ia tertawa saat jatuh tersungkur dalam kubangan air hujan. Salam dari anak masa lalu. Kami rindu hal itu.