Oleh.
Rozz Imperata
Air
itu disebut hujan. Sebelum turun dari gumpalan awan mendung, ia disebut air,
hanya air. Turunnya hujan membawa kenikmatan tersendiri bagi sebagian orang,
walau sebagian yang lain mengeluh karenanya. Sebut saja seorang petani yang
menantikan ladangnya teraliri oleh air, sehingga apa yang mereka tanam di
ladang mendapatkan makanan yang melimpah. Selain itu, hujan dapat menyejukan
tubuh para petani yang sebelumnya kepanasan di bawah terik sinar matahari.
Beda
petani, beda remaja kota yang tak tahu apa itu kekeringan dan serunya air
hujan. Mungkin karena hujan mereka anggap sebagai bencana, yang mana bisa
membatalkan kencan yang sudah dijadwalkan beberapa hari yang lalu. Atau listrik
yang sering mati ketika hujan, sehingga tidak lagi bisa memainkan permainan
online di warnet. Berbeda dengan suasana pedesaan. Hujan turun, anak-anak
bahkan remaja sangat menikmati guyuran air hujan. Biasanya mereka menggunakan
waktu itu untuk bermain sepak bola di lapangan dengan kondisi yang licin, atau
main seluncur tanah liat di bengawan belakang rumah.
Sekarang
tradisi hujan-hujan sudah jarang kulihat. Dan kurasa hilangnya tradisi itu
bukan merupakan suatu kesalahan. Mengapa? Dulu setelah seru-seruan di bawah
guyuran air hujan, tubuhku masih dalam kondisi sehat. Namun kini banyak
kudengar, bahwa setiap anak setelah hujan-hujan, ia jatuh sakit. Bahkan tak
jarang hal itu terjadi juga pada orang yang sudah dewasa.
Aku
terheran, mengapa demikian? Apa karena daya tahan tubuh orang-orang zaman
sekarang tak sekebal masaku dulu. Mungkin bukan, lalu apa? Apa karena sikap
lebay mulai melekat pada orang-orang masa kini. Atau karena banyaknya polusi
yang berterbangan dan menyatu bersama kawanan awan mendung, sehingga
menyebabkan terjadi hujan asam.
Aku
tak tahu itu. Yang jelas aku bersyukur sempat menikmati masa kecilku saat
teknologi belum secanggih ini. Tawaku tidak disebabkan karena video lucu pada
smartphone yang kugenggam. Melainkan karena bola yang aku tendang mengenai
kepala temanku, yang justru ia tertawa saat jatuh tersungkur dalam kubangan air
hujan. Salam dari anak masa lalu. Kami rindu hal itu.
0 komentar:
Posting Komentar