Senin, 15 Februari 2016

Organisasi; Refleksi Sumpah Pemuda


Oleh. Rozz Imperata

“Sebaik-baik manusia adalah manusia yang berguna bagi manusia lainnya.” Suatu kalimat yang begitu bermakna, kalimat yang menggambarkan hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, sangat jelas bahwa manusia yang satu akan membutuhkan manusia lainnya untuk bertahan hidup, hal ini juga menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah. Sadar atau tidak sadar, mau atau tidak, manusia akan selalu berkecimpung dalam organisasi, baik itu organisasi yang resmi maupun tidak resmi. Sebuah misal organisasi yang tidak resmi adalah keluarga. Keluarga dapat dikatakan sebagai organisasi karena di dalamnya terdapat sistem seperti halnya organisasi pada umunya, walaupun penyusunannya tidak bersifat formal, dan hanya berdasarkan sebuah kebiasaan yang disandarkan pada norma, hingga akhirnya membentuk sebuah aturan dan nilai yang harus dijalankan bersama.
James D. Mooney mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. Dari pendapat yang dikemukakan oleh James, organisasi dapat dimisalkan sebuah kapal yang mengangkut banyak orang di dalamnya untuk berlabuh di suatu tempat yang sama. Kendatipun demikian, tidak lantas hal tersebut akan menjadikan orang atau organisasi yang berbeda tujuan dengan kita sebagai musuh. Karena realita yang terjadi akhir-akhir ini banyak dijumpai kerusuhan antar organisasi yang memiliki latar belakang yang berbeda. Hingga pada akhirnya permusuhan antar organisasi dianggap sebagai pemandangan yang wajar, karena sudah menjadi kewajiban untuk mempertahankan ideologi organisasi masing-masing.
Kasus-kasus seperti ini hendaknya mendapat perhatian lebih, mengingat semakin banyaknya organisasi-organisasi yang timbul ke permukaan. Di Indonesia sendiri, hampir di seluruh elemen masyarakat terdapat berbagai organisasi, mulai dari organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, organisasi politik, organisasi pelajar, hingga organisasi pencak silat sekalipun. Mirisnya, antar organisasi tersebut seolah-olah menjadi rival abadi yang sudah tidak mungkin untuk disatukan lagi. Seperti halnya antar organisasi politik yang selalu bersaing, bahkan tak segan-segan untuk saling menjatuhkan dengan cara yang kotor sekalipun untuk memperebutkan kursi jabatan dalam pemerintahan negeri ini.
Tanggal 28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta) menjadi saksi lahirnya ikrar persatuan yakni “Sumpah Pemuda”, yang mana ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegakkan cita-cita berdirinya Negara Indonesia. Lahirnya ikrar tersebut bertujuan untuk mempersatukan pemuda dan pemudi Indonesia untuk bersatu melawan penjajah, hingga akhirnya penjajahan berhasil diusir dari negeri ini.
Jika dahulu sumpah pemuda sebagai pondasi perlawanan terhadap penjajahan Belanda, lantas sekarang dilupakan begitu saja karena Indonesia sudah merdeka dari penjajahan, maka hal itu merupakan sebuah kesalahan yang besar. Memang benar saat ini Indonesia sudah merdeka dari penjajahan Belanda, namun pada faktanya penjajahan kebodohan, kemiskinan, moral dan korupsi masih belum bisa ditangani dari negeri tercinta ini. Bagaimana mungkin negara dikatakan merdeka jika kemiskinan masih mendominasi, bagaimana mungkin negara ini dikatakan merdeka jika keadilan belum bisa ditegakkan dan kejahatan merajalela.
Terkait dengan semarak berorganisasi yang sedang memuncak, sumpah pemuda dapat dijadikan sebagai landasan dalam menggerakkan roda organisasi. Karena pada dasarnya setiap organisasi memiliki tujuan yang baik, akan tetapi adanya unsur fanatik dan egois yang melekat pada pribadi penggerak organisasi tersebut yang akhirnya memecah belah antar organisasi. Untuk itu sumpah pemuda akan menjadi bumbu-bumbu pemersatu bagi organisasi-organisasi yang berbeda, karena sejatinya perbedaan adalah sesuatu yang biasa, bahkan bisa jadi merupakan suatu keharusan. Hanya saja bagaimana cara kita untuk mengelolah perbedaan tersebut agar menjadi sesuatu yang indah, seperti halnya bertukar pendapat untuk mengidentifikasi kelemahan dan menemukan solusi dai kelemahan itu sendiri.
Sejarah telah mengajarkan kita bahwa persatuan merupakan suatu hal yang sangat penting, karena dengan persatuan yang lemah akan menjadi kuat dan yang tidak mungkin akan menjadi mungkin. Kita ingat semboyan yang berbunyi bersatu kita teguh bercerai kita runtuh, suatu kalimat yang tepat dalam menggambarkan kehidupan ini. Ibarat pagar betis dalam permainan sepak bola, dibutuhkan sikap saling menguatkan antar pemain yang bertugas sebagai penghalang agar bola tidak dapat menembusnya.
Untuk itu penulis mengajak kepada segenap masyarakat Indonesia umumnya dan kepada organisatoris yang bergerak untuk memajukan bangsa ini khusunya, untuk menjalin serta menguatkan persatuan dan kesatuan dalam menggerakkan roda organisasi. Sehingga negeri ini dapat bangkit dari keterpurukan dan menjadi negeri yang berdaulat, adil dan sejahtera.

Diterbitkan di Dakwatuna – Klik di sini

0 komentar:

Posting Komentar