Oleh. Rozz Imperata
“Sebaik-baik
manusia adalah manusia yang berguna bagi manusia lainnya.” Suatu kalimat yang
begitu bermakna, kalimat yang menggambarkan hakikat manusia sebagai makhluk
sosial. Sebagai makhluk sosial, sangat jelas bahwa manusia yang satu akan
membutuhkan manusia lainnya untuk bertahan hidup, hal ini juga menggambarkan
bahwa manusia adalah makhluk yang lemah. Sadar atau tidak sadar, mau atau
tidak, manusia akan selalu berkecimpung dalam organisasi, baik itu organisasi
yang resmi maupun tidak resmi. Sebuah misal organisasi yang tidak resmi adalah
keluarga. Keluarga dapat dikatakan sebagai organisasi karena di dalamnya
terdapat sistem seperti halnya organisasi pada umunya, walaupun penyusunannya
tidak bersifat formal, dan hanya berdasarkan sebuah kebiasaan yang disandarkan
pada norma, hingga akhirnya membentuk sebuah aturan dan nilai yang harus
dijalankan bersama.
James D. Mooney
mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk
mencapai tujuan bersama. Dari pendapat yang dikemukakan oleh James, organisasi
dapat dimisalkan sebuah kapal yang mengangkut banyak orang di dalamnya untuk
berlabuh di suatu tempat yang sama. Kendatipun demikian, tidak lantas hal
tersebut akan menjadikan orang atau organisasi yang berbeda tujuan dengan kita
sebagai musuh. Karena realita yang terjadi akhir-akhir ini banyak dijumpai
kerusuhan antar organisasi yang memiliki latar belakang yang berbeda. Hingga
pada akhirnya permusuhan antar organisasi dianggap sebagai pemandangan yang
wajar, karena sudah menjadi kewajiban untuk mempertahankan ideologi organisasi
masing-masing.
Kasus-kasus
seperti ini hendaknya mendapat perhatian lebih, mengingat semakin banyaknya
organisasi-organisasi yang timbul ke permukaan. Di Indonesia sendiri, hampir di
seluruh elemen masyarakat terdapat berbagai organisasi, mulai dari organisasi
kemasyarakatan, organisasi keagamaan, organisasi politik, organisasi pelajar,
hingga organisasi pencak silat sekalipun. Mirisnya, antar organisasi tersebut
seolah-olah menjadi rival abadi yang sudah tidak mungkin untuk disatukan lagi.
Seperti halnya antar organisasi politik yang selalu bersaing, bahkan tak
segan-segan untuk saling menjatuhkan dengan cara yang kotor sekalipun untuk
memperebutkan kursi jabatan dalam pemerintahan negeri ini.
Tanggal 28
Oktober 1928 di Batavia (Jakarta) menjadi saksi lahirnya ikrar persatuan yakni
“Sumpah Pemuda”, yang mana ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat
untuk menegakkan cita-cita berdirinya Negara Indonesia. Lahirnya ikrar tersebut
bertujuan untuk mempersatukan pemuda dan pemudi Indonesia untuk bersatu melawan
penjajah, hingga akhirnya penjajahan berhasil diusir dari negeri ini.
Jika dahulu
sumpah pemuda sebagai pondasi perlawanan terhadap penjajahan Belanda, lantas
sekarang dilupakan begitu saja karena Indonesia sudah merdeka dari penjajahan,
maka hal itu merupakan sebuah kesalahan yang besar. Memang benar saat ini
Indonesia sudah merdeka dari penjajahan Belanda, namun pada faktanya penjajahan
kebodohan, kemiskinan, moral dan korupsi masih belum bisa ditangani dari negeri
tercinta ini. Bagaimana mungkin negara dikatakan merdeka jika kemiskinan masih
mendominasi, bagaimana mungkin negara ini dikatakan merdeka jika keadilan belum
bisa ditegakkan dan kejahatan merajalela.
Terkait dengan
semarak berorganisasi yang sedang memuncak, sumpah pemuda dapat dijadikan
sebagai landasan dalam menggerakkan roda organisasi. Karena pada dasarnya
setiap organisasi memiliki tujuan yang baik, akan tetapi adanya unsur fanatik
dan egois yang melekat pada pribadi penggerak organisasi tersebut yang akhirnya
memecah belah antar organisasi. Untuk itu sumpah pemuda akan menjadi
bumbu-bumbu pemersatu bagi organisasi-organisasi yang berbeda, karena sejatinya
perbedaan adalah sesuatu yang biasa, bahkan bisa jadi merupakan suatu
keharusan. Hanya saja bagaimana cara kita untuk mengelolah perbedaan tersebut
agar menjadi sesuatu yang indah, seperti halnya bertukar pendapat untuk
mengidentifikasi kelemahan dan menemukan solusi dai kelemahan itu sendiri.
Sejarah telah
mengajarkan kita bahwa persatuan merupakan suatu hal yang sangat penting,
karena dengan persatuan yang lemah akan menjadi kuat dan yang tidak mungkin
akan menjadi mungkin. Kita ingat semboyan yang berbunyi bersatu kita teguh
bercerai kita runtuh, suatu kalimat yang tepat dalam menggambarkan
kehidupan ini. Ibarat pagar betis dalam permainan sepak bola, dibutuhkan sikap
saling menguatkan antar pemain yang bertugas sebagai penghalang agar bola tidak
dapat menembusnya.
Untuk itu
penulis mengajak kepada segenap masyarakat Indonesia umumnya dan kepada
organisatoris yang bergerak untuk memajukan bangsa ini khusunya, untuk menjalin
serta menguatkan persatuan dan kesatuan dalam menggerakkan roda organisasi.
Sehingga negeri ini dapat bangkit dari keterpurukan dan menjadi negeri yang
berdaulat, adil dan sejahtera.
0 komentar:
Posting Komentar