Kini Ilalang Kecil Tak Lagi Sendiri

Sejak kecil Ilalang itu sendirian. Tak punya kawan, tak ada yang melihat, apalagi merawat. Tak heran, Ilalang itu selalu berulah, ingin diakui keberadaannya.

Bangga Menjadi Anak Petani

Pagi hari tak begitu berat bagi Ilalang. Namun, tidak bagi laki-laki paruh baya yang di pagi harinya harus bergegas pergi ke sawah sebagai seorang petani desa. Petani desa tersebut merupakan ayah dari Ilalang. Walau mereka bapak dan anak, namun mereka tak satu atap.

Televisi; hiburan, pendidikan atau perusak moral

Jangan biarkan anak menyaksikan acara yang tidak sesuai dengan usianya. Orang tua menemani sang anak nonton, bukan malah orang tua yang ditemani anak menonton televisi.

Antara Teori mengajar menurut Howard dengan Sepenggal kisah belajar Naruto

Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata pendapat yang dikemukakan oleh Sudjana telah diimplementasikan oleh Naruto. Dalam kesehariannya berjalan menapaki kehidupan..

Satu Bulan Dalam Sanubaru Perjuangan

Seorang filsuf dan politikus Prancis bernama Charles de Montesquieu pernah mengatakan, “agar menjadi benar-benar hebat, seseorang harus berdiri dengan masyarakat, bukan berdiri di atas mereka”..

Setiap Tulisan Punya Pasarnya Sendiri

Jangan mengkerutkan dahi dan patah semangat. Ejekan seperti itu bukan menjadi alasan kita menaruh pena dan berhenti menulis. Berpikirlah positif!! Mungkin selerah mereka yang mengejek tulisan kita terlalu rendah, sehingga tidak tertarik dengan tulisan kita yang luar biasa.

Kamis, 06 Oktober 2016

Keberagamaan


Oleh. Rozak Al-Maftuhin

Agama bukan hanya sekedar peribadatan yang bersifat fisik semata. Lebih dari itu, agama mencoba untuk menembus sisi kebatinan seseorang. Menjadikan seseorang yang beragama merasakan kenyamanan dan kedalaman spiritual, baik bersifat individual, sosial, alam, dan pada puncaknya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya.
Pernahkah kita merasa tenang disaat tertimpa musibah? Memasrahkan semua kepada Tuhan. Pernahkah kita merasakan damainya jiwa ketika bersujud menghadap Tuhan seraya memuji kebesaran-Nya? Pernahkah kita mengorbankan jiwa dan raga untuk agama yang kita yakini guna mengharapkan rida-Nya? Jika jawabannya “Ya”, maka saat kita sedang beragama.
Kaitannya dengan agama, kita ketahui bersama terdapat beraneka ragam agama di dunia. Keberagamaan merupakan suatu keniscayaan yang tak terelakkan lagi. Beruntung bagi mereka yang mampu menghargai keberagamaan sebagian yang lain. Sikap menghargai tersebut membuat mereka diselimuti kedamaian, karena tidak sibuk mengintervensi agama lain. Berlaku sebaliknya bagi mereka yang tidak menghargai perbedaan agama. Kesehariannya akan disibukkan untuk menyalahkan agama lain. Jiwa akan keruh, hati akan gundah, sehingga kedamaian dalam beragama hanya menjadi angan.
Saya pernah duduk dalam satu ruangan yang sama dengan orang-orang yang berbeda agama dengan saya. Duduk dalam suasana hening, melebur dalam kebersamaan, saling memanjatkan doa kepada Tuhan masing-masing. Tak ada yang perlu dipermasalahkan. Saya nyaman dengan mereka, dan mereka juga nyaman dengan keberadaan saya. Saya menggumam dalam hati, “apakah ini yang dinamakan kedamaian dalam beragama?”.
Apalah daya, saya hanya bisa berandai-andai, memimpikan suatu kehidupan yang guyup rukun dalam keberamanaan. Usai berdoa bersama, kami saling tegur sapa disertai senyuman indah di wajah. Sungguh indah keberagamaan ini. Saya merasakan keindahan itu hingga keluar dari pintu ruangan tersebut.

* Ditulis di ruang Bimbingan Konseling (BK) SMAN 3 Malang pada tanggal 7 Oktober 2016 dalam rangka relfeksi menyikapi keberagamaan di sekolah.

Senin, 19 September 2016

Tuhan dan Manusia

Oleh. Rozak Al-Maftuhin

Kehidupan tak pernah lepas dari yang kebaikan dan keburukan, rasanya memang seperti itu. Bahkan ada ungkapan, kebaikan tidaklah lengkap tanpa keburukan, karena kita akan tahu bahwa sesuatu itu baik karena ada buruk, dan sebaliknya. Bagaikan tangan kanan dan tangan kiri, kebaikan dan keburukan saling melengkapi.
Setiap dari kita pasti pernah melakukan kebaikan, begitu pula dengan keburukan. Berbeda dengan Tuhan, yang tak pernah melakukan keburukan atau kesalahan. Dia Maha Adil juga Maha Bijaksana, Dia menciptakan dan menetapkan sesuatu untuk kebaikan kita. Tuhan merupakan sumber kebaikan. Seribu keburukan yang telah kita lakukan akan sirna dengan satu kebaikan, dan puncak kebaikan tersebut adalah taubat kemudian beristiqomah.
Tuhan memiliki sifat Maha Pengampun yang begitu dasyatnya terhadap kita. Lalu kita serasa berbanding terbalik dengan-Nya. Ketika Tuhan mampu meleburkan seribu keburukan dengan satu kebaikan, tapi kebanyakan dari kita justru meleburkan seribu kebaikan hanya dengan satu keburukan. Beribu-ribu kebaikan serasa tak ada artinya ketika kita berbuat keburukan setelahnya.

** Ditulis di ruang Tata Tertib SMAN 3 Malang – 20 September 2016 **


Minggu, 18 September 2016

Diam Tak Peduli

Oleh. Rozz Imperata

Idealnya manusia hidup kolektif, saling membutuhkan satu sama lain. Adakalanya seseorang tak bisa melakukan sesuatu itu seorang diri. Dua kakinya tak mampu menahan berat langkahnya, sehingga membutuhkan pundak orang lain untuk bersandar. Kadang kepentingan pribadi tak dihiraukan, karena kepentingan bersama lebih diutamakan.
Namun keadaan tidak seindah yang kelihatannya. Kekecewaan terkadang menghampiri mereka yang hidup berkelompok. Ketika kepentingan pribadi lebih diutamakan ketimbang kepentingan bersama. Akhirnya, oportunis seakan menjadi pilihan yang tak bisa dihindari. Mungkin awalnya berjalan bersama, hingga akhirnya terpecah dengan jalannya masing-masing.
Diam tak peduli, biarkan semua berjalan apa adanya. Nasehat hanya menjadi ajang menganggukkan kepala sejenak, lalu memalingkan wajah setelahnya. Diam tak peduli, biarkan hasil menentukan proses. Diam tak peduli, biarkan semua mengalir dengan senyum di wajah.