Rabu, 09 Desember 2015

Nostalgia Keceriaan Masa Kecil Dengan Petak Umpet

Oleh. Abdul Rozak Ali Maftuhin


Seneng liat anak-anak main petak umpet dan kejar-kejaran di depan kos setiap malamnya. Setelah sekian lama aku tak melihat keceriaan, tantangan, dan bahkan tangis, yang melebur dalam permainan itu. Tantangan itu, berupa ketrampilan bersembunyi yang tak mudah ditemukan oleh si giliran jaga. Melawan merinding akibat gelapnya malam dan mitos hantu, bukannya kalajengking atau ular.
Tangis kadang hadir saat kita kena giliran jaga, tapi susah menemukan kawan yang sembunyi. Aku pernah mengalami itu semasa masih duduk di Sekolah Dasar dulu. Pernah saat giliranku jaga, kawan-kawanku bukan main sulitnya untuk dicari. Ya sudah, kuputuskan untuk nangis dan pulang ke rumah. Besoknya, mereka tak lagi mau bermain petak umpet denganku.
Namun hanya pada malam itu saja mereka berkata demikian. Besoknya, sebungkus es yang kuminum bersama dengan kawan-kawanku itu meluluhkan ucapan sebelumnya. Akhirnya, kami kembali main bersama, dan itulah yang kusebut dengan keceriaan. Biasanya kalau sudah seperti ini, aku tak lagi berani untuk kabur meninggalkan mereka ketika aku kena giliran jaga. Takut mereka suatu ketika benar-benar tak mau lagi main. Jadi ketika mereka sulit dicari, mending pasrah mencari dengan santai, sambil berharap orang tua segera memanggilku untuk pulang.
Walau sama-sama petak umpet, pada masaku dulu dengan yang kulihat di depan kosku berbeda jauh. Waktu aku bermain petak umpet dulu, semua kawan-kawanku laki-laki, berbeda dengan yang kujumpai saat ini, ada beberapa perempuan yang ikut main. Selain itu, area petak umpet kami dulu hingga satu desa luasnya, bahkan pernah suatu ketika sampai desa tetangga. Lagi-lagi berbeda dengan yang kulihat saat ini, yang hanya satu kompleks atau satu ‘r-t’ saja. Kukira ini hanya faktor zaman dan tempat saja. Aku jadul (jaman dulu), mereka jabar (jaman baru). Aku di desa, dan mereka di kota. Sehingga pola permainan kami sangat berbeda. Hehehe

Gadget, Smartphone, dan teknologi lainnya melenakan kami dalam zona nyaman yang membahayakan. Segalanya serba instan. Permainan tradisional yang mengasah keberanian dan jiwa sosial kami hilang, berganti dengan game di tangan yang merusak mata dan pantat kami. Harus kuakui, akupun sulit untuk berpaling dari pesatnya teknologi kekinian.
Ingin kuajak teman-temanku main petak umpet lagi, namun apakah mungkin dengan usiaku saat ini? Kini hanya alamlah yang mampu menenangkanku dari bisingnya kenalpot dan radiasi alat komunikasi, saat kaki ini mendaki gunung tinggi sebelah sana. Zaman memang sudah berubah, dan memang harusnya berubah.
**********
“Kawanku, nasehati aku dikala berbuat salah dan setiap waktu.”
(Rozak Al-Maftuhin)

0 komentar:

Posting Komentar