Kamis, 31 Desember 2015
Rinai Harapan Baru di Malam Tahun Baru
Oleh. Rozz Imperata
Malam ini, malam tahun baru. Suatu malam di mana jalan penuh dengan
rombongan menusia di atas kendaraannya, udara mulai panas dan berkabutkan asap
kenalpot, serta bisingnya suara-suara baru yang mengiang di telinga. Merayakan
malam tahun di luar sana, jauh dari nyamannya selimut di atas kasur, seakan
menjadi keharusan. Entah diajak teman, sehingga malu menolak, ataupun karena
hasrat sendiri.
Pada malam tahun baru, banyak yang berdoa agar menjadi lebih baik
lagi di tahun berikutnya. Namun, kadang doa itu tak sampai di hati, sekedar
terucap di ujung lidah. Usai sholat Maghrib, doa dilantunkan. Namun setelah
berdoa segera bergegas keluar merayakan tahun baru, kadang sampai berani
meninggalkan sholat Isya’, karena takut macet kalau nunggu sholat Isya’. Entah
apa yang dimaksud ingin menjadi lebih baik di tahun berikutnya, jika cara yang
dilakukan seperti ini.
Tinggalkan sejenak kesenangan di luar sana untuk “muhasabah” koreksi
diri. Adapun ingin jalan-jalan menikmati indahnya malam, pastikan sewajarnya
saja. Tak perlu membawa kendaraan, jalan kaki lebih menyehatkan tubuh. Tak
perlu uang yang banyak, simpanlah di rumah, setidaknya itu bisa mengamankan
diri dari intaian pencuri. Tak perlu jauh-jauh karena alasan ramai dan gemerlap
kembang api, yang jauh belum tentu aman.
Berbicara tentang koreksi diri atau renungan. Gagne, dalam bukunya The
Conditions of Learning, mengemukakan bahwa belajar merupakan sejenis
perubahan tingkah laku yang berbeda dari keadaan sebelumnya. Hal ini sejalan
dengan mereka yang berharap dengan doanya untuk menjadi lebih baik lagi di
tahun berikutnya. Mereka yang mengalami perubahan (dalam hal ini adalah
perubahan ke arah yang lebih baik), maka dapat dikatakan telah belajar.
Sebaliknya, mereka yang tidak lebih baik, maka mereka gagal dalam belajar
selama setahun.
Selasa, 15 Desember 2015
Mengisi Liburan Ala Rozak Pedia
Aku lupa kapan tulisan ini saya buat. Saat kubaca ini barusan, aku tersenyum malu. Hehe
Libur
telah tiba, hore hore, inilah ungkapan kebanyakan orang ketika hari libur
menghampiri mereka, khususya bagi Tasya yang menyanyikan lagu itu. Tasya
merupakan gadis cilik yang cantik, berpipi tembem yang membuat jutaan pasang
mata mengaguminya, termasuk penulis sendiri. Tasya memang mengesankan, tapi
kita tidak membahas itu disini!! Ok, kita kembali lagi pada topik utama, yakni
“liburan”.
Setelah
berbulan-bulan disibukkan dengan kegiatan dan pekerjaan yang bikin mata
ngantuk, pinggang encok, dan otak kram (bagi yang berfikir), Liburan adalah
solusi yang tepat untuk mengistirahatkan sejenak persendian di sekujur tubuh. Liburan
kurang pas kalau tidak jalan-jalan ke tempat yang indah, menghabiskan banyak
uang, dan pastinya bersama orang yang dicintai. Namun, itu adalah perkataan
orang alay dan tidak sehat. Untuk itu RozakPedia punya beberapa tips berlibur
yang sehat dan tidak boros, karena dengan sedikit modal anda sudah bisa
jalan-jalan ke tempat yang disukai, mari disimak dengan baik.
Tidur di atas kasur selama berlibur
Banyak
orang menganggap tidur di atas kasur dengan waktu yang lama bukan kebiasaan
yang sehat. Namun, perlu diketahui bahwa hal itu hanyalah mitos belaka, karena
pada realitanya yang merupakan kebiasaan tidak sehat adalah tidur di atas batu,
kursi, apalagi di atas rel kereta. Untuk itu, dalam menghabiskan waktu liburan
anda yang sedikit megenaskan, anda bisa menggunakan solusi pertama ini, selain
tidak perlu mengeluarkan biaya, tidur bisa mengantarkan anda menuju
tempat-tempat yang indah dalam mimpi.
Senin, 14 Desember 2015
Kini Ilalang Kecil Tak Lagi Sendiri
Oleh. Rozz Imperata
Sejak kecil Ilalang itu sendirian. Tak punya kawan, tak ada yang
melihat, apalagi merawat. Tak heran, Ilalang itu selalu berulah, ingin diakui keberadaannya.
Tak seperti yang diharapkannya, Ilalang semakin dikucilkan, ia pun semakin
terpuruk dalam kesendirian. Satu dua orang yang datang menyapanya, sekedar
memanfaatkannya, kemudian hilang entah kemana.
Ilalang itu merintih, namun orang lain tiada pernah peduli. Sejak
ibunya tiada, dekapan kasih sayang tak lagi dirasakannya. Dengan tatapan nanar,
Ilalang iri melihat teman-temannya yang masih bisa mengadu dan berbagi cerita
kepada kedua orang tuanya. Tak ada lagi yang menjadi pendengar setia untuk
mendengarkan aduan si Ilalang kecil. Semua menjauh meninggalkan ia seorang
diri.
Orang-orang memanggilnya dengan sebutan ‘Benalu’. Mereka menganggap
Ilalang itu hanyalah parasit yang tak berguna. Bahkan seorang guru yang
harusnya mendidik, pernah melayangkan tamparan keras dengan sepatu pantofel
tepat di wajah si Ilalang. Si Ilalang terdiam, ia sadar akan kesalahannya. Ilalang
mencoba beranjak dari keterpurukannya, berharap semua orang akan menerimanya
sebagai teman.
Delapan tahun berlalu. Dalam masa-masa itu, Ilalang bertemu dengan
orang-orang yang menginspirasinya untuk bangkit. Seorang dokter yang bijak, mengajarkan
Ilalang akan pentingnya berbagi. Diklat pelajar yang pernah diikutinya, membuat
ia bertemu dengan motivator yang punya segudang cara menggapai kesuksesan. Hingga
duduknya Ilalang bersama mualaf ‘mantan pendeta Hindu’, yang mendorongnya untuk
hijrah menuju kehidupan yang lebih baik.
Jumat, 11 Desember 2015
Aku Tak Pernah Menginginkan Kehadiranmu dalam Hidupku
Oleh. Abdul Rozak Ali Maftuhin
Usia semakin bertambah semakin bertambah pula masalah yang dihadapi.
Kalimat ini ini sering kali terlontar dari mulut sebagian orang yang pernah
kita jumpai dalam kehidupan ini. Wahai sahabatku yang budiman, bagi sebagian
orang masalah merupakan proses pendewasaan diri, yang mana ia mengajarkan
kepada kita agar semakin kuat dan banyak pengalaman tentunya. Namun, bagi
sebagian lainnya masalah bagaikan derita tiada akhir yang membuat kebahagiaan hilang
dan impian menjadi sirna.
Wahai sahabatku yang budiman ingatlah, masalah bukanlah akhir dari
segalanya. Jangan biarkan masalah mematahkan langkah, meruntuhkan semangat, dan
menghancurkan impian kita. Karena disadari atau tidak, terkadang ketidak
terimaan kita menghadapi suatu masalah akan semakin membuat kita menjadi lebih
terpuruk. Bahkan tak jarang dengan situasi seperti ini kita menjadikan orang
lain sebagai sasaran atas masalah kita.
Ketika kita mendapati suatu masalah yang berat, pernahkah kita
menjadikan orang lain sebagai sasaran dengan mengatakan “andai dia saat itu
tidak ada pasti masalah ini tidak akan terjadi”. Jika memang masalah yang kita
hadapi disebabkan karena orang lain, mungkin kesadaran diri dari yang bersalah akan
membawanya menemui anda seraya meminta maaf. Namun hal yang berbeda akan
terjadi ketika kita melayangkan tuduhan terhadap seseorang atas masalah kita
sedang orang itu tidak merasa bersalah, atau barangkali memang ia tidak
bersalah.
Rabu, 09 Desember 2015
Nostalgia Keceriaan Masa Kecil Dengan Petak Umpet
Oleh. Abdul Rozak Ali
Maftuhin
Seneng liat anak-anak
main petak umpet dan kejar-kejaran di depan kos setiap malamnya. Setelah sekian
lama aku tak melihat keceriaan, tantangan, dan bahkan tangis, yang melebur
dalam permainan itu. Tantangan itu, berupa ketrampilan bersembunyi yang tak mudah
ditemukan oleh si giliran jaga. Melawan merinding akibat gelapnya malam dan
mitos hantu, bukannya kalajengking atau ular.
Tangis kadang hadir
saat kita kena giliran jaga, tapi susah menemukan kawan yang sembunyi. Aku
pernah mengalami itu semasa masih duduk di Sekolah Dasar dulu. Pernah saat
giliranku jaga, kawan-kawanku bukan main sulitnya untuk dicari. Ya sudah,
kuputuskan untuk nangis dan pulang ke rumah. Besoknya, mereka tak lagi mau
bermain petak umpet denganku.
Namun hanya pada malam
itu saja mereka berkata demikian. Besoknya, sebungkus es yang kuminum bersama
dengan kawan-kawanku itu meluluhkan ucapan sebelumnya. Akhirnya, kami kembali
main bersama, dan itulah yang kusebut dengan keceriaan. Biasanya kalau sudah
seperti ini, aku tak lagi berani untuk kabur meninggalkan mereka ketika aku
kena giliran jaga. Takut mereka suatu ketika benar-benar tak mau lagi main.
Jadi ketika mereka sulit dicari, mending pasrah mencari dengan santai, sambil
berharap orang tua segera memanggilku untuk pulang.
Walau sama-sama petak
umpet, pada masaku dulu dengan yang kulihat di depan kosku berbeda jauh. Waktu
aku bermain petak umpet dulu, semua kawan-kawanku laki-laki, berbeda dengan
yang kujumpai saat ini, ada beberapa perempuan yang ikut main. Selain itu, area
petak umpet kami dulu hingga satu desa luasnya, bahkan pernah suatu ketika
sampai desa tetangga. Lagi-lagi berbeda dengan yang kulihat saat ini, yang
hanya satu kompleks atau satu ‘r-t’ saja. Kukira ini hanya faktor zaman dan
tempat saja. Aku jadul (jaman dulu), mereka jabar (jaman baru). Aku di desa,
dan mereka di kota. Sehingga pola permainan kami sangat berbeda. Hehehe
Filsafat; benarkah engkau menyesatkan?
Rozakpedia.blogspot.com - Filsafat itu menyesatkan. Kalimat ini kerap kali terdengar di
telingaku. Benar atau tidaknya saya tak bisa menjawab secara pasti. Bagiku,
kalimat tersebut tidak sepenuhnya benar. Filsafat itu menantang, bagi saya.
Nah, yang tidak bisa mengalahkan tantangan di dalamnya, filsafat bisa berujung
pada kesesatan. Filsafat membangun pola pikir yang unik dan kritis. Semakin
dalam mengkaji filsafat biasanya akan semakin aneh-aneh apa yang dipertanyakan,
yang lebih ekstrem mempertanyakan eksistensi Tuhan. Mungkin ini kali ya yang
membuat kebanyakan orang menganggap filsafat itu menyesatkan dan enggan
mempelajarinya.
Kawan, izinkan daku bertanya!! Misalkan kita tengah belajar bela
diri, sehingga menjadi ahli bela diri. Lalu suatu ketika, ketrampilan yang
harusnya kita gunakan dalam kebaikan justru kita jadikan dalam kejahatan.
Memalak adik kelas di sekolah, misalnya. Dengan kasus seperti ini bisakah ‘bela
diri’ dicap sebagai ilmu yang merusak? Kalau saya lebih suka mengatakan pelaku
bela diri itu yang merusak, dan bukan ilmu bela diri tersebut.
Nah kawan, sama halnya dengan filsafat. Kadang orang yang belajar
filsafat itu bisa saja menyesatkan, sekali lagi saya bilang ‘orangnya’ bukan
‘filsafatnya’. Dan orang yang menyesatkan karena belajar filsafat tuh ya tidak
semua. Bagiku yang menyesatkan tuh orang yang baru belajar filsafat sudah
berani petentang-petenteng, ngetes teman seusianya yang masih polos masalah
begituan. Selain mencari eksistensi biar dianggap pinter, otak-otak seperti ini
nih yang menyesatkan. Kembali lagi, pelakunya yang tidak bisa berlaku
bijaksana, dan bukan filsafatnya.
Minggu, 06 Desember 2015
Kampusku; antara pujian dan kritik
Universitas Muhammadiyah Malang terkenal dengan kampus yang asri,
sejuk, dan menyenangkan. Itulah kalimat yang sering diungkapkan makhluk-mahkluk
yang ada di dalamnya. Mahasiswa yang suntuk di kos, penat karena tugas yang
pekat, tak perlu tempat wisata yang berbayar untuk menghilangkan suntuk dan
penat itu. Cukup datang ke kampus, gazebo di bawah rindangnya pohon, hamparan
danau, hingga sabana mini akan menemani kita menuju damainya jiwa.
Tidak cukup sampai di situ, terdapat banyak sekali ‘Sepeda Ontel’
yang akan mengantar perjalanan kita menuju tempat yang diinginkan, asalkan
sepedanya tidak dibawa ke luar kampus ya, atau kita akan berurusan dengan
tongkat satpam. Dan jangan merasa kecewa ya jika kita baru keluar dari
parkiran, lalu ingin naik sepeda menuju GKB, lah kok menjumpai sepeda masih
terborgol rapi di tempatnya. Aku lupa kapan program ‘Go Green’ itu dijalankan
yang ditandai dengan peluncuran ratusan sepeda ontel tersebut. Yang ku tahu
sekarang sepeda itu hari demi hari hilang dan beberapa yang rusak, entah
penggunanya yang salah atau memang kualitas sepedanya yang rendah. Jadi maklum,
sebagai wujud antisipasi sepeda-sepeda itu sering diborgol.
Hai kawan, pernahkah kalian masuk lorong GKB 1 lantai 3? Sebagian
banyak mahasiswa pasti pernah melewati jalan ini. Ketika aku berjalan di sana,
bagaikan pasar, duuuhh. Bagaimana tidak, dalam lorong yang sempit itu puluhan
bahkan ratusan mahasiswa berkumpul dan berceloteh bak kawanan bebek di sana.
Bahkan aku yakin, bagi kita yang tingkat kesabarannya rendah, seakan amarah
adalah pilihan yang pasti ketika kita terburu-buru masuk kelas lalu terhadang
kawanan manusia di lorong itu. Pengen sekali ku bisikan seuntai kata ke dalam
telinga penguasa-penguasa di atas itu, ‘lihatlah mahasiswamu ini pak, tidak
inginkah engkau menyediakan tempat tunggu yang layak, yang mendukung suasana
belajar dan aman’.
Malam minggu kemarin, tepatnya Sabtu tanggal 5 Desember. Pada pukul
22.00 WIB aku melintas ke kampusku ini untuk menjemput temanku dari Sidoarjo.
Masuk gerbang utama aku mencari temanku di dalam kerumunan orang-orang dan
suara sound sistem yang menggetarkan telinga. Ketemu sudah temanku, lanjut
perjalananku untuk pulang. Sesampainya di samping lapangan basket, sejenak ku tengok
ke arah kanan, terdapat suatu panggung dengan gemerlap dan musiknya, yang
melenakan penontonnya untuk ikut bergoyang dengan musik disko. Laki-laki dan
perempuan jadi satu kerumunan yang saling berlompatan seraya mengangkat tangan.
Aku tak tahu siapa dalang di balik itu, yang jelas acara macam itu yang
bertempatkan di kampus Islamiku rasanya sangat janggal.
Yaa
itulah kampusku kawan, banyak sekali hal yang bisa dijumpai di setiap ujung dan
lorongnya.Kamis, 03 Desember 2015
Kepada Orang Yang Baru Patah Hati
Oleh. Abdul Rozak Ali
Maftuhin
Kepada
orang yang baru patah hati, persilahkan diri kita bersedih. Orang-orang punya
pandangan yang aneh tentang bersedih, seakan-akan bersedih adalah hal yang
tabuh, seakan-akan kita harus segera tertawa setelah hal buruk menimpa kita.
Tapi tidak, seperti hujan di tepi senja, kita harus membiarkan setiap sendu
yang ada. Setiap kematian butuh peratapan, begitupun cinta yang telah mati.
Maka menangislah hingga kita tidak bisa mendengar suara sendiri, makan coklat
sebanyak-banyaknya, mandi air panas hingga jari kita pucat, pergi ke cafe
dengan tatapan nanar, pesan es teh manis, karena kopi mungkin terlalu pahit untuk
diminum disaat seperti ini.
Izinkahlah
diri kita bersedih, manangislah seakan ini terakhir kali kita dikecewakan
seseorang, menangislah seakan kita lupa bagaimana caranya berharap. Kepada
orang yang baru patah hati, setelah kita bosan bersedih, inilah saatnya kita
mengangkat diri kita kembali. Mulai dengan hal yang mudah, kita bisa mencoba
mengambil gitar dan mengambil nada-nada mayor yang indah, ambil piano dan
mainkan soneta yang indah, atau jika kita tidak bisa bermain musik, lihatlah
diri kita di depan cermin dan bersenandunglah. Lalu diantara nada-nada itu,
bisikan kepada diri kita "Aku pantas bahagia".
Kepada
orang yang baru patah hati, selalu ada teman untuk menemani kita, pergilah
menemui teman-teman, tertawalah sampai lupa waktu, tanyakan kabar teman yang
lain, pamerlah keberhasilan kita di bidang-bidang yang kita suka, dan jika
memungkinkan, nongkronglah hingga kita diusir dari tempat itu. Emang sih
kenangan akan dirinya terkadang masih sering mengganggu, tempat yang pernah kita
datangi tidak akan terasa sama, teman yang belum tahu, mungkin akan menghampiri
kita dan bertanya "Si dia mana ya?", yang kemudian akan kita jawab
dengan senyum tipis, karena tak tahu harus menjawab dengan apa.