Seorang filsuf dan politikus Prancis bernama Charles de
Montesquieu pernah mengatakan, “agar menjadi benar-benar hebat, seseorang harus
berdiri dengan masyarakat, bukan berdiri di atas mereka”. Kami tak pernah tahu
apakah Charles pernah mengalami masa KKN seperti yang kami lakukan. Akan
tetapi, memang seperti itulah rasanya. Satu bulan yang mana kami belajar
bermasyarakat dan memanusiakan manusia. Berat itu pasti, kerja keras tak boleh
berhenti, canda tawa selalu menyelimuti, walau kadang air mata turut
menghampiri kami. Namun, inilah perjuangan kami dalam masa pengabdian ini.
Satu bulan dalam sanubari perjuangan dimulai sejak
tanggal 20 Juli sampai 19 Agustus 2016. Jam menunjukan pukul enam pagi, dengan
menaiki Bus Puspa Indah kami berangkat dari Kota Apel menuju Kota Pisang. Enam
jam berlalu akhirnya tibalah kami di Balai Desa Karanganom, Kecamatan
Pasrujambe, Kabupaten Lumajang. Dalam dua hari pertama kami tidak menggelar
proker, kami lebih memilih untuk keliling desa dalam rangka silaturrahim
sekaligus perkenalan ke rumah-rumah warga secara kultural. Sambutan hangat dari
kepala desa beserta perangkat desa Karanganom menjadi tanda pengabdian kami
siap dimulai.
Perjuangan kami bukan perjuangan biasa. Banyak kisah
menarik untuk dikenang dalam untaian kata maupun goresan tinta di atas lembar
kertas. Diawali dengan ungkapan Kuliah Kerja Nganggur (KKN), ungkapan
ini serasa menyerang kami pada tiga hari pertama. Bagaimana tidak, aktivitas
yang kami lakukan di sana masih berkutat pada surat menyurat dan ishoma. Tahu
kan apa itu ishoma? Ya, istirahat, sholat, dan makan. Namun hal tersebut memang
telah direncanakan dan tersusun rapi di schedule kegiatan kami. Jadi
nganggur-nganggur sedikit tak apalah. Hehehe
Yang namanya gubuk biasanya ada di sawah, tetapi tidak
bagi kelompok KKN kami. Gubuk yang dikenal sebagai rumah petani disulap oleh Divisi
Pendidikan menjadi rumah belajar yang menyenangkan untuk adik-adik SDN
Karanganom 02. Dipilihnya nama “Gubuk Ceria” untuk program yang satu ini kami
berharap pembelajaran kami bersama adik-adik akan menjadi lebih seru dan ceria
pastinya. Terima kasih untuk Divisi Pendidikan yang tiada kenal lelah
beraktivitas setiap hari, mulai dari gubuk ceria hingga Bimbingan Belajar.
Kisah sedih menyelimuti Divisi Ekonomi saat melaksanakan
program kerja “Sosialisasi MEA”. Hal itu disebabkan karena konsumsi yang kami
sediakan untuk peserta masih banyak yang tidak termakan. Sudah kami datangi dan
sebarkan undangan ke 40 RT, dengan target 50 peserta, tetapi yang hadir hanya
20 orang saja. Sungguh berat rasanya mendatangkan warga ke balai desa. Ya sudah
konsumsinya buat kami saja, lanjut makan bersama. Hehehe
Hai kawan, pernahkah kalian membayangkan atau mengalami
kehidupan di tengah persawahan? Itulah kami sewaktu KKN. Butuh waktu 15 menit
untuk keluar desa menuju swalayan terdekat. Jadi selain schedule program
kerja, kami juga punya schedule belanja, tujuannya adalah untuk
efisiensi motor. Kalau sudah waktunya belanja ke sawalayan rasanya seperti
belanja untuk keperluan satu bulan. Tak ketinggalan beli cilok yang diberi
label nama di bungkusnya, maklum pesanan.
Salam hangat untuk Divisi Keagamaan yang mengadakan
“Lomba Keagamaan” namun belum juga dibuka acaranya karena menunggu kordesnya
yang masih mengantri mandi. Ya, dalam rangka memperingati hari kemerdekaan yang
ke 71 Indonesia, Divisi Keagamaan menggelar lomba menghafal surat-surat pendek,
adzan, dan tartil untuk adik-adik TPQ se-Karanganom. Acara tersebut mengundang
10 TPQ, tetapi hanya 6 TPQ yang mendelegasikan santrinya untuk berpartisipasi.
Sukses untuk Divisi Kesehatan yang melaksanakan program kerja “Pengobatan
Gratis” pada tanggal 7 Agustus 2016 dan telah diterbitkan di koran Radar Semeru
Lumajang edisi 9 Agustus 2016. Dalam kegiatan Pengobatan Gratis tersebut kami
bekerja sama dengan Pak RT untuk membagikan kupon sebanyak 100 kupon untuk 10
RT. Kupon diberikan kepada lansia dan warga yang tidak mampu. Kupon telah
disebar, namun ada pasien yang tidak berkupon juga ikut berobat. Setalah kami
selidiki, ehh ladalah ternyata mereka suami istri. Walau sudah dijelaskan bahwa
1 kupon untuk satu pasien, ada beberapa pasutri lansia yang hadir berobat
bersama. Sungguh kisah yang romantis hingga usia senja. Hehehe
Pesan Pak Kordes, jangan bosan rapat. Hampir satu bulan
penuh, kami melakukan rapat setiap harinya, kebayang betapa bosannya kami
melihat wajah kordes dan wakilnya duduk di depan kami setiap hari. Dari sekian
banyak kami melakukan rapat, hanya 2 kali saja kami bersitegang saat rapat
berlangsung, karena kami selalu menyelipkan canda tawa disela keseriusan rapat.
Pada hari-hari biasa kami gunakan rapat untuk evaluasi dan rencana, maka khusus
pada malam evaluasi terakhir kami gunakan untuk kesan kawan-kawan terhadap KKN
ini sekaligus membongkar kisah cinta tersembunyi.
Ternyata beneran ada yang cinlok loh pada masa pengabdian
ini, malah ada yang nembak tepat sebelum rapat dimulai. Ada yang belajar naik
motor kopling agar lebih romantis kalau naik motor Satria berdua. Juga ada yang
sering keluar bersama dengan alasan suksesi program kerja padahal mereka
berbeda divisi. Tak perlu sebut nama ya, hehehe. Ya semoga hubungannya segera
berlanjut ke pelaminan, bagi yang jomblo segera menemukan pasangannya.
Salut untuk Divisi Humas yang tak kenal lelah kesana
kemari suksesi proker dan dokumentasi di semua program kerja yang dilaksanakan.
Sedikit ada hal yang membuat kordes murung. Sudah mandi, dandan rapi, siap
untuk rekaman, ehh malah ditinggal juru kameranya ngambil roti. Tapi jujur,
film dokumenternya keren banget, dan mungkin karennya karena kordes tidak ada
di film itu. Wkwkwkwk
Sebulan masa pengabdian kami ditutup indah dengan “Pentas
Seni” bertemakan “Kami bersama malam” dari Divisi Sosial dan Budaya. Berbagai
penampilan seni kami suguhkan kepada masyarakat desa Karanganom mulai dari
penampilan seni beladiri PSHT, kesenian musik Islami al-Banjary, hingga kami
tari Bali. Pertujukan telah usai, tiba bagi kami untuk berpamitan kepada kepala
desa dan masyarakat desa Karanganom.
Penyerahan jaket KKN dan cindera mata kepada kepala desa
Karanganom menjadi tanda bahwa KKN kita telah berakhir. Acara dilanjutkan
dengan menonton film dokumenter KKN Kelompok 50. Film yang cukup menyentuh hati
dalam hening hingga masyarakat tak kuasa meneteskan air mata. Kami berharap
masyarakat Desa Karanganom takkan pernah melupakan kami.
Spesial
Yang satu ini namanya Mak Kali. Beliau merupakan koki
kami sewaktu KKN. Kenyangnya perut kami berasal dari karya beliau yang berupa
makanan sedap menggugah selera. Mak Kali adalah orang pertama yang menangisi
kepulangan kami dari KKN. Sejak mendengar kabar kepulangan kami H-5 beliau
selalu meneteskan air mata. Kami sangat terharu ketika Mak Kali ikut menari
bersama kami saat penutupan KKN dengan alasan agar melebur dan merasakan apa
yang kami rasakan. Sungguh sosok yang kami rindukan, semoga di lain kesempatan
kami berjumpa kembali dengannya.
Sebelum
kami pulang, Mak Kali sempat bercerita tentang bagaimana keadaan KKN sebelum
kami. Ia bertutur halus sembari meneteskan air mata, “kalian beda dengan KKN
yang kemarin, aku nyaman dengan kalian”, ucap Mak Kali. Entah apa yang membuat
Mak Kali berucap seperti itu, akan tetapi kami pun merasa nyaman dengan sesosok
perempuan tua yang serasa seperti ibu kami sendiri semasa pengabdian ini.
Semoga engkau sehat selalu Mak Kali, kami merindukanmu!!
Sungguh perjalanan singkat yang penuh arti dalam
sanubari. Terima kasih Bapak Suwarsono dan Bapak Malikan selaku pembimbing
kami, Bapak kepala desa dan masyarakat Karanganom. Terima kasih juga kepada
Rozak, Andri, Anis, Tya, Rila, Indah, Rindang, Udin, Sheila, Kiky, Rika,
Satria, Muna, Risa, Yuli, Hafiz, Dika, Arin, Lala, Alga, Ira, Mareta, Fathur,
Angga, Dea, Nabila, Hasbi, Gilang, Zakiyah, Ika, Sabrina.
“Berpijak dari KKN ini ingat satu hal. Yang terpenting bukan siapa kita,
tapi bagaimana kita untuk orang lain.”
(Abdul Rozak Ali Maftuhin)
tapi bagaimana kita untuk orang lain.”
(Abdul Rozak Ali Maftuhin)
0 komentar:
Posting Komentar