Selasa, 13 September 2016

Satu Bulan Dalam Sanubari Perjuangan

Seorang filsuf dan politikus Prancis bernama Charles de Montesquieu pernah mengatakan, “agar menjadi benar-benar hebat, seseorang harus berdiri dengan masyarakat, bukan berdiri di atas mereka”. Kami tak pernah tahu apakah Charles pernah mengalami masa KKN seperti yang kami lakukan. Akan tetapi, memang seperti itulah rasanya. Satu bulan yang mana kami belajar bermasyarakat dan memanusiakan manusia. Berat itu pasti, kerja keras tak boleh berhenti, canda tawa selalu menyelimuti, walau kadang air mata turut menghampiri kami. Namun, inilah perjuangan kami dalam masa pengabdian ini.
Satu bulan dalam sanubari perjuangan dimulai sejak tanggal 20 Juli sampai 19 Agustus 2016. Jam menunjukan pukul enam pagi, dengan menaiki Bus Puspa Indah kami berangkat dari Kota Apel menuju Kota Pisang. Enam jam berlalu akhirnya tibalah kami di Balai Desa Karanganom, Kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang. Dalam dua hari pertama kami tidak menggelar proker, kami lebih memilih untuk keliling desa dalam rangka silaturrahim sekaligus perkenalan ke rumah-rumah warga secara kultural. Sambutan hangat dari kepala desa beserta perangkat desa Karanganom menjadi tanda pengabdian kami siap dimulai.
Perjuangan kami bukan perjuangan biasa. Banyak kisah menarik untuk dikenang dalam untaian kata maupun goresan tinta di atas lembar kertas. Diawali dengan ungkapan Kuliah Kerja Nganggur (KKN), ungkapan ini serasa menyerang kami pada tiga hari pertama. Bagaimana tidak, aktivitas yang kami lakukan di sana masih berkutat pada surat menyurat dan ishoma. Tahu kan apa itu ishoma? Ya, istirahat, sholat, dan makan. Namun hal tersebut memang telah direncanakan dan tersusun rapi di schedule kegiatan kami. Jadi nganggur-nganggur sedikit tak apalah. Hehehe
Yang namanya gubuk biasanya ada di sawah, tetapi tidak bagi kelompok KKN kami. Gubuk yang dikenal sebagai rumah petani disulap oleh Divisi Pendidikan menjadi rumah belajar yang menyenangkan untuk adik-adik SDN Karanganom 02. Dipilihnya nama “Gubuk Ceria” untuk program yang satu ini kami berharap pembelajaran kami bersama adik-adik akan menjadi lebih seru dan ceria pastinya. Terima kasih untuk Divisi Pendidikan yang tiada kenal lelah beraktivitas setiap hari, mulai dari gubuk ceria hingga Bimbingan Belajar.
Kisah sedih menyelimuti Divisi Ekonomi saat melaksanakan program kerja “Sosialisasi MEA”. Hal itu disebabkan karena konsumsi yang kami sediakan untuk peserta masih banyak yang tidak termakan. Sudah kami datangi dan sebarkan undangan ke 40 RT, dengan target 50 peserta, tetapi yang hadir hanya 20 orang saja. Sungguh berat rasanya mendatangkan warga ke balai desa. Ya sudah konsumsinya buat kami saja, lanjut makan bersama. Hehehe
Hai kawan, pernahkah kalian membayangkan atau mengalami kehidupan di tengah persawahan? Itulah kami sewaktu KKN. Butuh waktu 15 menit untuk keluar desa menuju swalayan terdekat. Jadi selain schedule program kerja, kami juga punya schedule belanja, tujuannya adalah untuk efisiensi motor. Kalau sudah waktunya belanja ke sawalayan rasanya seperti belanja untuk keperluan satu bulan. Tak ketinggalan beli cilok yang diberi label nama di bungkusnya, maklum pesanan.
Salam hangat untuk Divisi Keagamaan yang mengadakan “Lomba Keagamaan” namun belum juga dibuka acaranya karena menunggu kordesnya yang masih mengantri mandi. Ya, dalam rangka memperingati hari kemerdekaan yang ke 71 Indonesia, Divisi Keagamaan menggelar lomba menghafal surat-surat pendek, adzan, dan tartil untuk adik-adik TPQ se-Karanganom. Acara tersebut mengundang 10 TPQ, tetapi hanya 6 TPQ yang mendelegasikan santrinya untuk berpartisipasi.
Sukses untuk Divisi Kesehatan  yang melaksanakan program kerja “Pengobatan Gratis” pada tanggal 7 Agustus 2016 dan telah diterbitkan di koran Radar Semeru Lumajang edisi 9 Agustus 2016. Dalam kegiatan Pengobatan Gratis tersebut kami bekerja sama dengan Pak RT untuk membagikan kupon sebanyak 100 kupon untuk 10 RT. Kupon diberikan kepada lansia dan warga yang tidak mampu. Kupon telah disebar, namun ada pasien yang tidak berkupon juga ikut berobat. Setalah kami selidiki, ehh ladalah ternyata mereka suami istri. Walau sudah dijelaskan bahwa 1 kupon untuk satu pasien, ada beberapa pasutri lansia yang hadir berobat bersama. Sungguh kisah yang romantis hingga usia senja. Hehehe
Pesan Pak Kordes, jangan bosan rapat. Hampir satu bulan penuh, kami melakukan rapat setiap harinya, kebayang betapa bosannya kami melihat wajah kordes dan wakilnya duduk di depan kami setiap hari. Dari sekian banyak kami melakukan rapat, hanya 2 kali saja kami bersitegang saat rapat berlangsung, karena kami selalu menyelipkan canda tawa disela keseriusan rapat. Pada hari-hari biasa kami gunakan rapat untuk evaluasi dan rencana, maka khusus pada malam evaluasi terakhir kami gunakan untuk kesan kawan-kawan terhadap KKN ini sekaligus membongkar kisah cinta tersembunyi.
Ternyata beneran ada yang cinlok loh pada masa pengabdian ini, malah ada yang nembak tepat sebelum rapat dimulai. Ada yang belajar naik motor kopling agar lebih romantis kalau naik motor Satria berdua. Juga ada yang sering keluar bersama dengan alasan suksesi program kerja padahal mereka berbeda divisi. Tak perlu sebut nama ya, hehehe. Ya semoga hubungannya segera berlanjut ke pelaminan, bagi yang jomblo segera menemukan pasangannya.
Salut untuk Divisi Humas yang tak kenal lelah kesana kemari suksesi proker dan dokumentasi di semua program kerja yang dilaksanakan. Sedikit ada hal yang membuat kordes murung. Sudah mandi, dandan rapi, siap untuk rekaman, ehh malah ditinggal juru kameranya ngambil roti. Tapi jujur, film dokumenternya keren banget, dan mungkin karennya karena kordes tidak ada di film itu. Wkwkwkwk
Sebulan masa pengabdian kami ditutup indah dengan “Pentas Seni” bertemakan “Kami bersama malam” dari Divisi Sosial dan Budaya. Berbagai penampilan seni kami suguhkan kepada masyarakat desa Karanganom mulai dari penampilan seni beladiri PSHT, kesenian musik Islami al-Banjary, hingga kami tari Bali. Pertujukan telah usai, tiba bagi kami untuk berpamitan kepada kepala desa dan masyarakat desa Karanganom.
Penyerahan jaket KKN dan cindera mata kepada kepala desa Karanganom menjadi tanda bahwa KKN kita telah berakhir. Acara dilanjutkan dengan menonton film dokumenter KKN Kelompok 50. Film yang cukup menyentuh hati dalam hening hingga masyarakat tak kuasa meneteskan air mata. Kami berharap masyarakat Desa Karanganom takkan pernah melupakan kami.
Spesial
Yang satu ini namanya Mak Kali. Beliau merupakan koki kami sewaktu KKN. Kenyangnya perut kami berasal dari karya beliau yang berupa makanan sedap menggugah selera. Mak Kali adalah orang pertama yang menangisi kepulangan kami dari KKN. Sejak mendengar kabar kepulangan kami H-5 beliau selalu meneteskan air mata. Kami sangat terharu ketika Mak Kali ikut menari bersama kami saat penutupan KKN dengan alasan agar melebur dan merasakan apa yang kami rasakan. Sungguh sosok yang kami rindukan, semoga di lain kesempatan kami berjumpa kembali dengannya.
          Sebelum kami pulang, Mak Kali sempat bercerita tentang bagaimana keadaan KKN sebelum kami. Ia bertutur halus sembari meneteskan air mata, “kalian beda dengan KKN yang kemarin, aku nyaman dengan kalian”, ucap Mak Kali. Entah apa yang membuat Mak Kali berucap seperti itu, akan tetapi kami pun merasa nyaman dengan sesosok perempuan tua yang serasa seperti ibu kami sendiri semasa pengabdian ini. Semoga engkau sehat selalu Mak Kali, kami merindukanmu!!
Sungguh perjalanan singkat yang penuh arti dalam sanubari. Terima kasih Bapak Suwarsono dan Bapak Malikan selaku pembimbing kami, Bapak kepala desa dan masyarakat Karanganom. Terima kasih juga kepada Rozak, Andri, Anis, Tya, Rila, Indah, Rindang, Udin, Sheila, Kiky, Rika, Satria, Muna, Risa, Yuli, Hafiz, Dika, Arin, Lala, Alga, Ira, Mareta, Fathur, Angga, Dea, Nabila, Hasbi, Gilang, Zakiyah, Ika, Sabrina.
“Berpijak dari KKN ini ingat satu hal. Yang terpenting bukan siapa kita,
tapi bagaimana kita untuk orang lain.”
(Abdul Rozak Ali Maftuhin)

0 komentar:

Posting Komentar