Senin, 19 September 2016
Tuhan dan Manusia
Oleh. Rozak Al-Maftuhin
Kehidupan tak pernah lepas dari yang kebaikan dan
keburukan, rasanya memang seperti itu. Bahkan ada ungkapan, kebaikan tidaklah
lengkap tanpa keburukan, karena kita akan tahu bahwa sesuatu itu baik karena
ada buruk, dan sebaliknya. Bagaikan tangan kanan dan tangan kiri, kebaikan dan
keburukan saling melengkapi.
Setiap dari kita pasti pernah melakukan kebaikan, begitu
pula dengan keburukan. Berbeda dengan Tuhan, yang tak pernah melakukan
keburukan atau kesalahan. Dia Maha Adil juga Maha Bijaksana, Dia menciptakan
dan menetapkan sesuatu untuk kebaikan kita. Tuhan merupakan sumber kebaikan.
Seribu keburukan yang telah kita lakukan akan sirna dengan satu kebaikan, dan
puncak kebaikan tersebut adalah taubat kemudian beristiqomah.
Tuhan memiliki sifat Maha Pengampun yang begitu dasyatnya
terhadap kita. Lalu kita serasa berbanding terbalik dengan-Nya. Ketika Tuhan
mampu meleburkan seribu keburukan dengan satu kebaikan, tapi kebanyakan dari
kita justru meleburkan seribu kebaikan hanya dengan satu keburukan. Beribu-ribu
kebaikan serasa tak ada artinya ketika kita berbuat keburukan setelahnya.
** Ditulis di
ruang Tata Tertib SMAN 3 Malang – 20 September 2016 **
Minggu, 18 September 2016
Diam Tak Peduli
Oleh. Rozz Imperata
Idealnya manusia hidup kolektif, saling membutuhkan satu
sama lain. Adakalanya seseorang tak bisa melakukan sesuatu itu seorang diri.
Dua kakinya tak mampu menahan berat langkahnya, sehingga membutuhkan pundak
orang lain untuk bersandar. Kadang kepentingan pribadi tak dihiraukan, karena
kepentingan bersama lebih diutamakan.
Namun keadaan tidak seindah yang kelihatannya. Kekecewaan
terkadang menghampiri mereka yang hidup berkelompok. Ketika kepentingan pribadi
lebih diutamakan ketimbang kepentingan bersama. Akhirnya, oportunis seakan
menjadi pilihan yang tak bisa dihindari. Mungkin awalnya berjalan bersama,
hingga akhirnya terpecah dengan jalannya masing-masing.
Diam tak peduli, biarkan semua berjalan apa adanya. Nasehat
hanya menjadi ajang menganggukkan kepala sejenak, lalu memalingkan wajah
setelahnya. Diam tak peduli, biarkan hasil menentukan proses. Diam tak peduli,
biarkan semua mengalir dengan senyum di wajah.
Kamis, 15 September 2016
Belajar dan Cita-cita
Oleh. Rozak Al-Maftuhin
Saya memulainya dengan ungkapan, “hidup adalah
belajar”. Tak ada kata berhenti untuk belajar bagi manusia, begitulah yang
diungkapkan oleh Nabi Muhammad. Mungkin kita akan berhenti belajar di sekolah,
tapi kita tak boleh dan tak akan berhenti belajar di tempat yang bernama
kehidupan. Belajar berbagai hal yang bersentuhan dengan kita. Belajar
bercita-cita serta belajar dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Belajar
bersabar, bangkita dari keterpurukan, dan lain sebagainya.
Tidak ada kata mudah dalam belajar, karena belajar penuh
dengan perjuangan. Ketika kita malas dalam belajar, maka kita harus siap
menanggung perihnya kebodohan, begitulah yang dikatakan oleh Imam Syafi’i.
Seseorang biasanya belajar seseuai dengan apa yang disenangi ataupun yang
diinginkan.
Setiap dari kita pastinya pernah bercita-cita, namun tak
banyak dari kita yang belajar mewujudkan apa yang kita cita-citakan.
Bercita-cita tinggi sangatlah penting, dan berusaha mewujudkan cita-cita tinggi
tersebut lebih penting lagi. Tak perlu takut untuk bercita-cita tinggi langit,
setidaknya jika kita jatuh, kita akan jatuh atas bintang-bintang.
Mewujudkan cita-cita perlu belajar, dan ketika cita-cita
sudah tercapai, kita juga harus belajar. Belajar untuk bersyukur dan menjadikan
cita-cita kita bermanfaat bagi orang lain. Bukan hanya saat cita-cita terwujud,
bahkan saat terjatuh, kita harus belajar bersabar dan memperbaiki kesalahan
agar tidak terjatuh lagi.