Selasa, 05 Januari 2016

Nasehat Lukman Kepada Putranya Yang Patut Diteladani


Oleh. Rozz Imperata

Sesungguhnya segala puja dan puji syukur itu hanyalah kepada Allah semata, dan kita akan senantiasa  memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, memohon ampunan-Nya. Dan kita akan senantiasa menjadikan Allah sebagai satu-satunya pelindung dari segala kejahatan dan hawa nafsu yang ada dalam diri kita, serta dari segala amalan kita yang buruk. Barang siapa yang mendapatkan petunjuk dari Allah, ibarat pohon yang besar yang akarnya tertanam kuat di dalam tanah, sehingga sekuat dan sekencang apapun angin menerjang pohon itu tidak akan pernah tumbang.  Dan barangsiapa yang tidak mendapatkan petunjuk dari Allah, ibarat seseorang yang naik kereta lalu keretanya anjlok, ketika keretanya anjlok bukan hanya orang-orang yang berada di dalam kereta yang bahaya, tapi juga yang berada disamping kereta. Kalau ia orang tua ia akan membahayakan anaknya, apabila ia seorang anak maka akan membahayakan orang tuanya, dan apabila ia pemimpin maka akan membahayakan rakyatnya. Seperti itulah gambaran orang yang mendapatkan petunjuk dan tidak mendapatkan petunjuk dari Allah. (muqoddimah yang sering dibawakan Alm, Uje dalam ceramahnya).
Cahaya. dengan cahaya, manusia akan mudah dalam melakukan sesuatu, bayangkan hidup ini tanpa cahaya, ibaratnya listrik mati, manusia akan sulit dalam melakukan segala sesuatu. Berbicara tetang cahaya akan berkaitan juga dengan cahaya hati. Cahaya hati, jika hati ini bercahaya keimanan, maka hati akan menjadi tenang serta akan dengan ringan dalam mengerjakan suatu amalan kebajikan. Berikut penulis sedikit memberi tausyiah tentang nasehat Lukman kepada putranya, yang insya Allah akan memberikan juga kepada cahaya hati.
Pada suatu ketika, sang putra bertanya kepada Lukman. Wahai ayahku, apabila di dunia ini saya hanya boleh memilih satu, maka apa yang harus saya pilih? Lalu Lukman menjawab, wahai putraku jika di dunia ini engkau hanya boleh memilih satu, maka pilihlah ad-diin (agama). Agama menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan. Banyak orang yang menganggap agama itu mengekang, agama adalah sumber pengekangan hidup, melakukan ini haram, itu haram. Padahal, agama sejatinya bersifat menyelamatkan, karena agama memerintahkan dan melarang yang di dalamnya terdapat kebagikan bagi semua umat manusia.
Selesai Lukman menjawab, sang putra kembali bertanya. Wahai ayahku apabila di dunia ini saya boleh memilih dua, maka apa yang harus saya pilih? Lalu Lukman menjawab, wahai putraku apabila di dunia ini engkau boleh memilih dua, maka pilihlah ad-diin (agama) dan al-maal (harta). Sebelum harta, ada agama yang mendahuluinya, yakni sebagai pondasi. Dengan agama seseorang yang memiliki harta akan membawa hartanya menuju keselamatan dirinya. Untuk bersodaqoh, menyantuni anak yatim dan lain sebagainya, seperti penulis simpulkan di atas bahwa agama bersifat menyelamatkan, bukan membawa harta menuju kehancuran bagi dirinya. Tapi bagaimana dengan seseorang yang memiliki harta namun ia tidak memiliki agama sebagai pondasi atas hartanya, maka ia akan menghabur-hamburkan uangnya untuk menghancurkan dirinya.
Kecerdasan sang putra Lukman tidak cukup sampai di situ, ia bertanya kembali kepada ayahnya. Wahai ayahku jika di dunia ini saya boleh memilih tiga, maka apa yang harus saya pilih? Lalu Lukman menjawab, wahai putraku jika di dunia ini engkau boleh memilih tiga, maka pilihlah ad-diin (agama), al-maal (harta) dan al-haya’ (rasa malu). Apabila seseorang mempunyai rasa malu maka ia akan selamat, dengan rasa malu seseorang akan menjaga setiap perbuatanya agar selalu baik. Rasa malu akan menjadi benteng bagi agama dan harta. Dalam riwayat hadits disebutkan bahwa malu adalah sebagian dari iman.
Masih belum puas dengan itu sang putra bertanya lagi kepada Lukman. Wahai ayahku jika di dunia ini saya boleh memilih empat, maka apa yang harus saya pilih? Lalu Lukman menjawab, wahai putraku jika di dunia ini engkau boleh memilih empat maka pilihlah ad-diin (agama), al-maal (harta), al-hayak’ (rasa malu) dan akhlaqul karimah (akhlak yang mulia). Nabi Muhammad SAW dikenal bukan karena wajahnya yang tampan ataupun hartanya yang banyak, akan tetapi karena akhlaknya yang mulia. Begitu juga dengan manusia secara umum, mereka akan mendapatkan banyak sahabat dan dihormati banyak orang karena akhlaknya yang mulia. Karena sesungguhnya Allah SWT tidak melihat manusia dari ketampananya akan tetapi dari amal ibadah dan akhlaknya.
Sikap kritis putra Lukman masih belum habis, inilah tanda-tanda kecerdasan putra Lukman. Kemudian sang putra bertanya lagi kepada Lukman. Wahai ayahku, apabila di dunia ini saya boleh memilih lima, maka apa yang harus saya pilih? Lalu Lukman menjawab, wahai putraku apabila di dunia ini engkau boleh memilih lima, maka pilihlah ad-diin (agama), al-maal (harta), al-haya’ (rasa malu), akhlaqul karimah (akhlak yang mulia) dan sifat pemurah. Di manapun ia berada, seseorang yang memiliki sifat pemurah akan disegani, dihormati, dan disayangi orang lain. Banyaknya sahabat akan menghiasi hidupnya. Tak ada sepi, selalu hangat dengan kerumunan orang-orang yang menyayanginya. Lain halnya dengan orang pelit, yang tidak disukai, dan tak banyak punya teman.
Sang putra bertanya lagi kepada Lukman. Wahai ayahku jika di dunia ini saya boleh memilih enam, maka apa yang harus saya pilih? Lalu Lukman menjawab, wahai putraku jika kelima hal tersebut sudah melekat dalam diri seseorang, maka ia akan berteman dengan Allah, disetiap langkah dan perbuatanya tidak akan membuat kerusakan, karena cahaya Allah telah bersinar di dalam hatinya. Inilah gambaran seseorang yang dalam hatinya bercahaya karena petunjuk Allah, ia akan menjadi insan yang bermanfaat bagi orang lain, serta akan selalu menyinari sekelilingnya dengan kebaikan.

0 komentar:

Posting Komentar