Selasa, 05 Januari 2016
Para Sarjana Tak Harus Membuka Lapangan Kerja
Oleh. Arin al-Aziz
Ada yang mengatakan kalau sarjana semestinya tidak mencari kerja,
tapi menciptakan lapangan pekerjaan baru agar bisa mempekerjakan orang-orang
yang belum bekerja. Saran itu sangat bagus dan konstruktif, namun sebenarnya
tidak selalu relevan pada semua jenis pekerjaan. Mereka yang belum bekerja,
atau katakanlah pengangguran, tidak semata karena belum mendapatkan pekerjaan,
melainkan karena tidak memiliki skill pada bidang pekerjaan tertentu. Misalkan,
ada lowongan pekerjaan menjadi penjaga warnet, namun yang bersangkutan sama
sekali buta teknologi, dan kalau di paksa bekerja, hasilnya juga tidak
maksimal.
Begitu pun misalkan, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
desain. Ada banyak lowongan untuk menjadi desainer visual, tapi tidak semua
orang memiliki skill tersebut. Salah seorang editor senior di koran terkenal di
Malang juga sempat mengeluhkan susahnya mencari wartawan. Juga sebuah CV jasa
pengembang website yang susah mencari kontent writer. Belum lagi bidang lain
seperti Pendidikan, akuntan, translator, dll. Masalah utamanya bukan kurangnya
lapangan pekerjaan, tapi minimnya skill yang dimiliki sehingga meskipun ada
lowongan pekerjaan, mereka tidak terserap.
Untuk membuka lapangan pekerjaan pun juga tidaklah mudah. Selain
butuh skill, jaringan, kemampuan manajemen dan leadership. Membuka lapangan
pekerjaan adalah hal yang bagus, atau minimal memiliki usaha yang dikerjakan
sendiri. Tapi masuk dalam sebuah perusahaan dan lembaga untuk ikut
mengembangkan di dalamnya juga tidak kalah bagus. Meskipun tidak menciptakan
lapangan pekerjaan baru, tapi ikut mengembangkan lapangan pekerjaan yang sudah
ada juga sangat penting.
Nasehat Lukman Kepada Putranya Yang Patut Diteladani
Oleh.
Rozz Imperata
Sesungguhnya
segala puja dan puji syukur itu hanyalah kepada Allah semata, dan kita akan
senantiasa memuji-Nya, memohon
pertolongan-Nya, memohon ampunan-Nya. Dan kita akan senantiasa menjadikan Allah
sebagai satu-satunya pelindung dari segala kejahatan dan hawa nafsu yang ada
dalam diri kita, serta dari segala amalan kita yang buruk. Barang siapa yang
mendapatkan petunjuk dari Allah, ibarat pohon yang besar yang akarnya tertanam
kuat di dalam tanah, sehingga sekuat dan sekencang apapun angin menerjang pohon
itu tidak akan pernah tumbang. Dan
barangsiapa yang tidak mendapatkan petunjuk dari Allah, ibarat seseorang yang
naik kereta lalu keretanya anjlok, ketika keretanya anjlok bukan hanya
orang-orang yang berada di dalam kereta yang bahaya, tapi juga yang berada
disamping kereta. Kalau ia orang tua ia akan membahayakan anaknya, apabila ia
seorang anak maka akan membahayakan orang tuanya, dan apabila ia pemimpin maka
akan membahayakan rakyatnya. Seperti itulah gambaran orang yang mendapatkan
petunjuk dan tidak mendapatkan petunjuk dari Allah. (muqoddimah yang sering
dibawakan Alm, Uje dalam ceramahnya).
Cahaya.
dengan cahaya, manusia akan mudah dalam melakukan sesuatu, bayangkan hidup ini
tanpa cahaya, ibaratnya listrik mati, manusia akan sulit dalam melakukan segala
sesuatu. Berbicara tetang cahaya akan berkaitan juga dengan cahaya hati. Cahaya
hati, jika hati ini bercahaya keimanan, maka hati akan menjadi tenang serta akan
dengan ringan dalam mengerjakan suatu amalan kebajikan. Berikut penulis sedikit
memberi tausyiah tentang nasehat Lukman kepada putranya, yang insya Allah akan
memberikan juga kepada cahaya hati.
Pada
suatu ketika, sang putra bertanya kepada Lukman. Wahai ayahku, apabila di dunia
ini saya hanya boleh memilih satu, maka apa yang harus saya pilih? Lalu Lukman
menjawab, wahai putraku jika di dunia ini engkau hanya boleh memilih satu, maka
pilihlah ad-diin (agama). Agama menjadi hal yang sangat penting dalam
kehidupan. Banyak orang yang menganggap agama itu mengekang, agama adalah
sumber pengekangan hidup, melakukan ini haram, itu haram. Padahal, agama
sejatinya bersifat menyelamatkan, karena agama memerintahkan dan melarang yang di
dalamnya terdapat kebagikan bagi semua umat manusia.
Minggu, 03 Januari 2016
Pendidikan dan Ekonomi Masyarakat
Oleh. Rozz Imperata
Kontribusi pendidikan bagi
pembentukan corak dan kualitas masa depan peradaban umat manusia tidak dapat dipungkiri lagi,
apalagi dinafikan. Pendidikan hingga abad modern ini tetap diyakini sebagai
tempat strategis untuk membuka wawasan dan
memberikan informasi yang paling berharga mengenai makna dan tujuan hidup sebagai norma-norma yang dipegang, membantu
generasi muda dalam mempersiapkan berbagai
kebutuhan yang esensial untuk menghadapi tantangan
perubahan-perubahan di masa depan, menciptakan keseluruhan visi kehidupan individu, masyarakat dan bangsa. Pendidikan
merupakan sistem dan cara meningkatkan
kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk
menyiapkan anak manusia demi menunjang perannya
dimasa depan.[1]
Pandangan klasik tentang
pendidikan pada umumnya disebut sebagai pranata yang dapat dijalankan pada tiga
fungsi sekaligus; Pertama, menyiapkan generasi muda yang akan memegang
peranan-peranan tertentu dalam masyarakat di masa depan. Kedua, mentransfer dan
memindahkan pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer
nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai
prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive) masyarakat dan peradaban.[2]
Dalam
kaitannya dengan pelaksanaan pendidikan Pemerintah telah
mengatur penyelenggaraan pendididikan di Indonesia melalui perundang-undangan
dalam UU No. 20 tahun 2003. Dokumen tersebut menyajikan landasan filosofis,
tujuan dan fungsi pendidikan nasional.
Bahwa tujuan dari pendidikan nasional adalah
membuat individu mampu mengembangkan potensinya secara maksimal, mampu
berkontribusi tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi masyarakat dan
bangsanya. Dalam keterkaitan dengan value dari hasil pendidikan, seorang
individu yang telah mengalami proses pendidikan harus mampu mencapai nilai
kesejahteraan tertentu.
Kreasi dan Inovasi Metode Pembelajaran PAI
Oleh. Rozz Imperata
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
Misi Dakwah Nabi di Mekkah
Metode Kisah + Game Evaluasi Otak Kanan
Selayang Pandang Metode Kisah
Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam
menyampaikan materi pelajaran dengan menceritakan secara kronologis tentang
bagaimana terjadinya sesuatu hal, yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau
penderitaan orang lain baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja.
Metode kisah yang disampaikan merupakan salah satu metode pendidikan yang
mashur dan terbaik, sebab kisah itu mampu menyentuh jiwa jika didasarkan oleh
ketulusan hati yang mendalam.[1]
Berkenaan dengan mata pelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam (SKI), metode kisah ini tergolong sangat tepat. Karena untuk memahamkan
seseorang (peserta didik) akan suatu kejadian pada masa lampau atau sejarah,
butuh suatu metode yang bisa menyentuh hati pendengarnya. Menurut saya, metode
ini hampir mirip dengan metode ceramah, yakni sama-sama auditorial. Akan tetapi
metode kisah ini lebih menggunakan sentuhan emosional dan tidak bersifat
instruktif, di mana metode ini diharapkan mampu membawa pendengarnya tergugah
hatinya ketika sejarah dikisahkan atau diceritakan.