Minggu, 24 April 2016
Menikmati Perkuliahan: Kupu-kupu yang Bermetamorfosis
Oleh. Rozz Imperata
Pada tulisan kali ini, lebih tepat jika aku mengawalinya
dengan bertanya, taukah engkau apa itu Kupu-kupu? Benar sekali. Kupu-kupu
adalah seekor binatang bertubuh mungil yang memiliki sepasang sayap yang cantik
nan dikagumi banyak orang akan kecantikannya. Kupu-kupu biasa dijumpai tengah
hinggap pada seputik bunga yang mekar, di dalamnya terdapat manis madu yang
siap dihisap oleh Kupu-kupu cantik itu. Perjalanannya melewati bunga demi bunga
memberikan jejak yang membuat bunga itu berubah wujud menjadi secuil buah kecil
yang dinantikan petani yang menanamnya.
Namun sayangnya, tidak semua Kupu-kupu bercorakkan
layaknya selayang pandang di atas. Kupu-kupu yang satu ini tidak memiliki sayap
untuk terbang, tak juga memiliki warna cantik yang dikagumi banyak orang akan
kecantikannya. Ia mempunyai sepasang kaki untuk berjalan di atas tanah dan
berwarnakan baju kusut yang menyelimutinya. Kupu-kupu yang satu ini ada karena
ulat kecil yang bermetamorfosis. Ulat itu disebut keinginan dan cita-cita, bisa
karena diri sendiri, orang tua, atau karena sebab lain.
Kupu-kupu ini bernama mahasiswa. Ia tinggal di tempat
kecil yang disebut kos-kosan. Jika tiba waktunya, Kupu-kupu itu beranjak dari
tempat tinggalnya menuju suatu pekarangan yang disebut kampus. Tiba ia di
pekarangan itu, masuk ke dalam bunga (ruangan), lalu duduk di atas kursi
bermeja. Wajahnya muram, terlihat lesu, mungkin pagi itu ia belum sarapan
manisnya madu. Matanya menatap papan tulis dengan tatapan nanar, butir-butir
suara dosenpun melayang begitu saja menembus telinganya.
Bel berbunyi menandakan perkuliahan telah selesai.
Kembali ia beranjak dari bunga itu menuju tempat tinggalnya. Sesampainya di
kos-kosan, ia duduk santai sambil memegang remot dan melototi benda kotak
bergambar dalam waktu yang lama. Sesekali ia menggaruk-garuk kepala, ngemil,
dan mendengkur dengan mata terpejam. Tiada yang membekas dalam jejak kakinya,
tak juga tangannya, melainkan hanya benjolan bokong yang membekas di atas kursi
yang ia duduki selama perkuliahan kala itu.
Kupu-kupu seperti itu tidak sepenuhnya salah. Mungkin
harus ada seseorang yang meraihnya, menepuk pipinya, hingga ia tersadar. Bahwa
di luar sana masih banyak pekarangan indah yang bisa dinikmatinya lebih dari
sebuah remot televisi yang tak bisa bergerak itu. Sebuah kehidupan yang membuah
wajahnya lebih berekspresi ketimbang wajah layu ketika matanya terpejam di
siang hari.
Ia bisa hinggap di perpustakaan yang menyimpan berjuta
ilmu dengan goresan tintanya yang tertulis rapi di atas buku. Memang awalnya
tak bisa terbang. Namun buku-buku itu berubah menjadi sepayang sayap yang
lebar, menemaninya terbang mengarungi dunia. Setiap kata demi kata dalam buku
yang dibacanya, akan semakin melebarkan sayap dan menambah kekuatan, sehingga
semakin melesat cepat pula ia terbang.
Jika tak mau terbang, mungkin Kupu-kupu itu bisa
melangkahkan kakinya untuk bergabung dalam suatu komunitas atau organisasi.
Membuat dirinya memiliki peran yang tak lagi membenarkan sikap oportunis.
Hingga berubah prinsip hidup yang awalnya “apa yang bisa saya dapatkan” menjadi
“apa yang bisa saya berikan”.
* Kupu-kupu
adalah sebutan untuk mahasiswa yang kesehariannya kuliah - pulang, kuliah -
pulang, sebatas itu.
Kucing Manja Dalam Sholat
Oleh. Rozz Imperata
Matahari mulai terbenam, sinar serasa padam, juga langit
semakin menghitam. Adzan magrib berkumandang, saya duduk tenang di teras masjid
seraya menjawab adzan. Ku lihat kucing di belakang sana sedang meggaruk-garuk
tubuh dan kepalanya. Mendekat diriku dan ku belai tubuh dan kepalanya, kucing
itupun tampak nyaman dengan belaianku. Ia terlihat manja seakan bergumam
senang.
Adzan berhenti, saya masuk masjid untuk mendirikan sholat
sunnah. Seakan tak rela ku tinggalkan, kucing itu selalu mengikutiku kemanapun
saya pergi. Lebih-lebih ketika ku jentikkan jari-jariku untuk memanggilnya.
Ku coba mengajaknya keluar masjid, ia pun keluar. Kucing
itu duduk sejenak di depan pintu, sebelum akhirnya kembali masuk melewati pintu
yang tak rapat ku tutup. Saat ia masuk, saya sudah takbir. Aku pun melanjutkan
sholat dengan manjanya si kucing di sampingku.
Ketika itu, saya teringat tentang suatu hadits larangan
bergerak tiga kali atau lebih. Semakin manja su kucing, rasanya ia ingin dibelai
selalu. Tiba saatnya ku bersujud, ia mendekati kepalaku. Bangun dari sujud saya
melakukan tasyahud akhir, ia berjalan ke sana dan ke sini di depanku. Ku
belai si kucing dengan tangan kiriku, dengan tetap melanjutkan sholatku.
Saya tak tahu bagaimana sah atau tidak sholatku. Saya
hanya bisa merasakan nyaman membelai si kucing dalam sholatku. Tak ada rasa
jengkel dan marah, justru saya tidak tega membiarkan si kucing berkeliaran
menganggu sholat orang lain. Kucing adalah binatang yang sangat ku sayangi, dan
kami dipertemukan dalam sholat, dengan suasana yang romantis penuh kenyamanan.